Rahasia di Balik Sistem Pendidikan Finlandia: Jam Sekolah Singkat, Prestasi Meroket

Finlandia, negara yang kerap menjadi buah bibir karena sistem pendidikannya yang terkemuka, menyimpan sejumlah fakta menarik. Salah satunya adalah durasi belajar siswa yang relatif singkat, hanya sekitar 20 jam per minggu. Berbanding terbalik dengan anggapan umum bahwa jam belajar panjang menjamin kualitas pendidikan, Finlandia justru membuktikan sebaliknya.

Fenomena ini memicu rasa ingin tahu banyak pihak. Bagaimana mungkin siswa Finlandia dapat meraih prestasi gemilang di kancah internasional, bahkan unggul dalam skor PISA (Programme for International Student Assessment) untuk membaca, matematika, dan sains, dengan jam belajar yang lebih sedikit dibandingkan negara lain? Mari kita telusuri lebih dalam rahasia di balik sistem pendidikan Finlandia yang unik ini.

Alokasi Waktu Belajar yang Efisien

Salah satu kunci keberhasilan sistem pendidikan Finlandia terletak pada alokasi waktu belajar yang efisien. Meskipun total hari sekolah dalam satu tahun ajaran adalah 190 hari, dimulai pada bulan Agustus dan berakhir pada bulan Mei, Finlandia juga memberikan waktu libur yang cukup bagi siswanya. Mereka menikmati 10 minggu libur musim panas, libur musim gugur, serta libur Natal, musim dingin, dan hari nasional lainnya. Waktu istirahat yang cukup ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk beristirahat, memulihkan energi, dan mengeksplorasi minat mereka di luar sekolah.

Menurut Anneli Rautiainen, Kepala Unit Pendidikan Dasar dari Dewan Pendidikan Nasional Finlandia, jam belajar yang relatif pendek ini bertujuan agar siswa dapat memperdalam pemahaman materi pelajaran di rumah. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga di luar lingkungan sekolah. Siswa didorong untuk aktif belajar secara mandiri, mencari informasi tambahan, dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dengan lebih fokus.

Struktur Jam Sekolah di Finlandia

Undang-Undang Pendidikan Dasar di Finlandia mengatur secara rinci mengenai jam belajar siswa di sekolah. Aturan ini berlaku selama periode sembilan tahun pemerintahan. Secara umum, siswa belajar selama lima hari dalam seminggu, dengan durasi minimal 45 menit untuk setiap pelajaran. Di antara pelajaran, siswa diberikan waktu istirahat selama 15 menit untuk berelaksasi dan menyegarkan pikiran.

Jumlah mata pelajaran yang diajarkan bervariasi tergantung pada tingkatan kelas. Siswa kelas 1-2 biasanya mempelajari 5 mata pelajaran, sedangkan siswa kelas lainnya maksimal 7 mata pelajaran per hari. Berikut adalah rincian jumlah jam minimal mingguan untuk setiap tingkatan kelas:

  • Kelas 1-2: 20 jam per minggu
  • Kelas 3: 22 jam per minggu
  • Kelas 4: 24 jam per minggu
  • Kelas 5-6: 25 jam per minggu
  • Kelas 7-8: 29 jam per minggu
  • Kelas 9: 30 jam per minggu

Memulai Sekolah Lebih Siang: Prioritas Kesejahteraan Siswa

Salah satu ciri khas sistem pendidikan Finlandia adalah jam masuk sekolah yang lebih siang, biasanya antara pukul 09.00 hingga 09.45 pagi. Kebijakan ini didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sekolah pagi dapat berdampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan siswa. Dengan memulai sekolah lebih siang, siswa memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat dan mempersiapkan diri secara mental dan fisik sebelum memulai pembelajaran.

Konsekuensi dari jam masuk sekolah yang lebih siang adalah jam pulang sekolah yang juga lebih siang, biasanya antara pukul 14.00 hingga 14.45 siang. Namun, waktu pembelajaran yang lebih panjang ini diimbangi dengan waktu istirahat yang cukup, sehingga menciptakan lingkungan pembelajaran yang holistik dan menyenangkan bagi siswa.

Pendekatan Pembelajaran yang Berpusat pada Siswa

Selain alokasi waktu yang efisien dan jam masuk sekolah yang lebih siang, pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa juga menjadi kunci keberhasilan sistem pendidikan Finlandia. Salah satu pendekatan yang populer adalah pendekatan berbasis fenomena, di mana siswa belajar melalui eksplorasi dan pemahaman fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar mereka.

Selain itu, pendekatan pedagogi juga diterapkan, di mana guru berperan sebagai fasilitator yang membantu setiap siswa menemukan cara belajar mereka sendiri. Guru tidak hanya menyampaikan materi pelajaran secara satu arah, tetapi juga mendorong siswa untuk berpikir kritis, berkolaborasi, dan mengembangkan potensi mereka secara maksimal.

"Pengajaran tidak akan lagi dilakukan di dalam empat dinding, tetapi akan bergantung pada bagaimana sekolah ingin mewujudkannya. Praktik pedagogis akan berubah sehingga anak-anak tidak perlu lagi duduk diam di satu tempat, tetapi dapat memilih di mana dan bagaimana mereka belajar. Sekolah-sekolah baru telah dibangun tanpa koridor. Di masa mendatang tidak akan ada ruang kelas tertutup. Pembelajaran akan terjadi di mana-mana," jelas Rautiainen.

Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya menjadi penerima informasi pasif, tetapi juga menjadi peserta aktif dalam proses pembelajaran. Mereka memiliki kebebasan untuk memilih cara belajar yang paling sesuai dengan gaya belajar mereka, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan relevan bagi mereka.