OJK Tunda Implementasi Short Selling dan Kajian Buyback Saham di Tengah Anjloknya IHSG

OJK Tunda Implementasi Short Selling dan Kajian Buyback Saham di Tengah Anjloknya IHSG

Penurunan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil langkah-langkah strategis guna menjaga stabilitas pasar modal domestik. Pada 28 Februari 2025, IHSG tercatat berada di level 6.270, menunjukan penurunan yang cukup dalam secara month-to-date (mtd) dan year-to-date (ytd), masing-masing sebesar 11,68% dan 11,8%. Hal ini dipicu oleh sentimen negatif dari perekonomian global yang berdampak pada kinerja pasar saham Indonesia. Kondisi ini juga tercermin dari penurunan nilai kapitalisasi pasar sebesar Rp 10,87 triliun dan net sale non-resident yang mencapai Rp 18,19 triliun (mtd) dan Rp 21,9 triliun (ytd).

Sebagai respon atas fluktuasi pasar yang signifikan ini, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengumumkan penundaan implementasi aktivitas short selling. Keputusan ini diambil sebagai langkah awal untuk mencegah potensi gejolak yang lebih besar dan menjaga kepercayaan investor. "OJK akan terus melakukan monitoring atas perkembangan pasar. Sebagai langkah awal OJK akan menunda implementasi kegiatan short sell saham," tegas Inarno dalam paparan virtual hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) pada Selasa, 4 Maret 2025. Selain itu, OJK juga akan melakukan kajian mendalam terhadap kebijakan buyback saham tanpa perlu persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Namun, Inarno menekankan bahwa semua kebijakan yang diambil akan mempertimbangkan secara cermat situasi dan kondisi pasar yang berkembang.

Lebih lanjut, OJK berkomitmen untuk meningkatkan transparansi dan komunikasi yang efektif dengan seluruh pemangku kepentingan. Hal ini diwujudkan melalui komunikasi terbuka antara regulator, pelaku pasar, dan stakeholder lainnya. Tujuannya adalah untuk menciptakan sinergi dan tanggung jawab bersama dalam menjaga stabilitas dan kesehatan industri pasar modal Indonesia. "OJK telah membuka ruang komunikasi terbuka antara regulator, pelaku pasar, serta stakeholder lainnya sebagai perwujudan nyata dari sinergi dan komitmen dan tanggung jawab bersama terhadap industri pasar modal dan juga perekonomian Indonesia," jelas Inarno.

Selain penundaan short selling dan kajian buyback saham, OJK juga berfokus pada penguatan pengawasan dan perlindungan investor. Hal ini akan dilakukan melalui berbagai strategi, termasuk pemanfaatan teknologi seperti aplikasi OJK POSIDA PMDK yang memanfaatkan big data analytics pasar modal (BDAPM). Langkah ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih optimal bagi investor dan menciptakan pasar modal yang lebih sehat dan terlindungi.

Secara keseluruhan, langkah-langkah yang diambil OJK mencerminkan komitmennya untuk menjaga stabilitas pasar modal Indonesia di tengah tantangan global yang sedang dihadapi. Pemantauan ketat terhadap perkembangan pasar, komunikasi yang transparan, dan penguatan pengawasan investor menjadi kunci dalam upaya untuk memulihkan kepercayaan dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan di pasar saham Indonesia.