Pakar Hukum: Fleksibilitas Penyelidikan dengan Regulasi Internal Institusi, Bukan KUHAP

Dalam diskusi bersama Komisi III DPR RI mengenai Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP), Dr. Chairul Huda, seorang pakar hukum pidana dan akademisi terkemuka, menyampaikan pandangan krusial terkait proses penyelidikan dalam sistem peradilan pidana. Huda mengusulkan agar pengaturan mengenai penyelidikan tidak dimasukkan dalam RKUHAP. Alih-alih, ia berpendapat bahwa regulasi penyelidikan sebaiknya diserahkan kepada masing-masing institusi penegak hukum.

Menurut Huda, penyelidikan memiliki sifat yang sangat teknis dan beragam, tergantung pada jenis tindak pidana yang ditangani. Mengatur penyelidikan secara rinci dalam KUHAP justru dapat menimbulkan kerumitan dan inefisiensi. Ia mencontohkan bagaimana proses pembuatan berita acara keterangan, interogasi, dan wawancara seringkali diulang dari tahap penyelidikan ke penyidikan, hanya dengan perubahan nama dokumen. Hal ini dinilai Huda sebagai pemborosan sumber daya dan waktu.

Lebih lanjut, Huda menyoroti bahwa penyelidikan saat ini cenderung terlalu birokratis. Penyelidik lebih sering mengundang pihak-pihak terkait untuk memberikan keterangan, padahal seharusnya mereka aktif mendatangi tempat kejadian perkara (TKP), saksi-saksi, dan pihak-pihak yang dicurigai. Ia menekankan pentingnya penyelidikan yang lebih proaktif dan fleksibel, yang memungkinkan penyelidik untuk menggali informasi secara langsung dan efektif.

Usulan Huda adalah agar setiap institusi penegak hukum, seperti kepolisian, diberikan kewenangan untuk mengatur sendiri proses penyelidikan melalui peraturan internal (perpol). Dengan demikian, regulasi penyelidikan dapat lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik masing-masing institusi, serta lebih responsif terhadap perkembangan modus operandi tindak pidana. Ia juga menyoroti praktik yang sering terjadi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan, di mana penetapan tersangka seringkali didasarkan pada hasil penyelidikan. Menurut Huda, praktik ini berpotensi menimbulkan masalah hukum karena tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku, dan seringkali berujung pada kekalahan di praperadilan. Dengan regulasi yang jelas dan terpisah dari KUHAP, diharapkan proses penyelidikan dapat berjalan lebih efektif, efisien, dan akuntabel.