Wamen BUMN Pertanyakan Prototipe Berlebihan Direksi BUMN: Negara Bukan Warisan Keluarga!

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dony Oskaria, baru-baru ini melontarkan kritik pedas terhadap gaya hidup sejumlah direksi BUMN yang dinilai berlebihan dalam hal protokoler dan pengawalan. Dalam sebuah diskusi bersama Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Komunikasi (IKA Fikom) Universitas Padjadjaran (Unpad), Dony secara terbuka mempertanyakan urgensi pengawalan berlebihan, bahkan hingga melibatkan istri direksi.

"Saya terus terang tidak menyukai protokoler yang berlebihan. Bahkan, sampai istri pun ikut-ikutan memiliki protokoler. Saya meminta praktik seperti ini dihentikan," tegas Dony, menekankan bahwa BUMN adalah badan usaha negara yang seharusnya diabdikan untuk kepentingan bangsa, bukan untuk menuruti gaya hidup pribadi.

Lebih lanjut, Dony menyoroti bahwa praktik protokoler berlebihan ini tidak lazim ditemui di kalangan pemimpin perusahaan swasta global. Ia mempertanyakan alasan direksi BUMN di Indonesia memerlukan pengawalan sedemikian rupa, seolah-olah ada ancaman penculikan yang mengintai.

"Saya sering bertemu dengan CEO-CEO perusahaan besar di berbagai negara, dan tidak ada yang memiliki protokoler sampai belasan orang. Kita ini pegawai negara, ini hanya pekerjaan," ujarnya.

Sebagai bentuk ketidaksetujuannya, Dony bahkan pernah mengusir sejumlah ajudan yang memenuhi kantor Danantara saat seorang direksi BUMN berkunjung. Ia merasa terganggu dengan kerumunan orang yang tidak jelas keperluannya dan mempertanyakan urgensi pengawalan berlebihan tersebut.

"Dulu, saat saya masih di Plaza Mandiri, saya pernah mengusir para ajudan yang memenuhi lantai kantor. Saya bertanya-tanya, kenapa orang begitu ramai di sini? Saya usir mereka. Saya tidak ingin lagi melihat pemandangan seperti ini. Memangnya mereka mau diculik? Siapa juga yang mau menculik mereka?" ungkapnya.

Meski demikian, Dony mengakui bahwa kini sudah ada perubahan positif di kalangan direksi BUMN. Beberapa di antaranya mulai mengurangi jumlah ajudan dan bahkan datang sendiri tanpa pengawalan. Ia menyambut baik perubahan ini dan berharap akan terus berlanjut.

Selain masalah protokoler, Dony juga menyinggung soal keterlibatan istri direksi dalam urusan kantor. Ia menegaskan bahwa BUMN bukanlah warisan keluarga yang bisa diatur seenaknya oleh keluarga direksi. Ia tidak ingin melihat istri direksi ikut campur dalam urusan penentuan dekorasi kantor, pemilihan penyanyi untuk acara perusahaan, atau hal-hal lain yang seharusnya menjadi ranah profesional.

"Saya tidak mau istri ikut campur menentukan gorden, penyanyi, atau acara-acara kantor. Ini kantor, bukan warisan orang tua," tandasnya.