Delapan Petinggi Perusahaan Gula Swasta Terjerat Dakwaan Korupsi Impor Gula, Kerugian Negara Ditaksir Rp 578 Miliar

Delapan orang petinggi perusahaan gula swasta kini menghadapi dakwaan serius terkait dugaan korupsi dalam proses impor gula. Mereka diduga melakukan tindakan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 578 miliar. Kasus ini menyeret nama mantan Menteri Perdagangan (Mendag) periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong, dan Mendag periode 2016-2019, Enggartiasto Lukita, yang diduga turut terlibat.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa para terdakwa diduga telah mengajukan dan memperoleh persetujuan impor Gula Kristal Mentah (GKM) dari Thomas Lembong secara tidak sah. Tindakan ini dianggap melanggar hukum dan merugikan keuangan negara.

Berikut adalah daftar nama-nama terdakwa yang merupakan petinggi dari berbagai perusahaan gula swasta:

  • Tony Wijaya NG (Direktur Utama PT Angels Products)
  • Then Surianto Eka Prasetyo (Direktur PT Makassar Tene)
  • Hansen Setiawan (Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya)
  • Indra Suryaningrat (Direktur Utama PT Medan Sugar Industry)
  • Eka Sapanca (Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama)
  • Wisnu Hendraningrat (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo)
  • Hendrogiarto A. Tiwow (Kuasa Direksi PT Duta Sugar International)
  • Hans Falita Hutama (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur)

Modus operandi yang diduga dilakukan oleh para terdakwa adalah dengan mengajukan Persetujuan Impor (PI) kepada Tom Lembong dan Enggartiasto Lukita pada saat Kementerian Perdagangan menugaskan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Induk Koperasi Kartika (Inkopkar) milik TNI AD, dan Induk Koperasi Polri (Inkoppol) untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan stok gula. Pengajuan PI ini diduga dilakukan tanpa rekomendasi yang sesuai dari Kementerian Perindustrian.

Selain itu, para terdakwa juga diduga melakukan pelanggaran dengan mengajukan persetujuan impor GKM meskipun perusahaan mereka tidak memiliki izin atau kapasitas untuk mengolah GKM menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Perusahaan-perusahaan tersebut diketahui merupakan produsen gula rafinasi, yang memiliki peruntukan berbeda dengan GKP yang dikonsumsi masyarakat luas.

JPU juga menyoroti waktu importasi yang dilakukan oleh para pengusaha gula tersebut. Impor GKM dilakukan pada saat produksi GKP dalam negeri sedang mencukupi dan bersamaan dengan musim giling tebu, yang seharusnya menjadi momentum bagi petani tebu lokal untuk memasok kebutuhan gula nasional.

Atas perbuatan tersebut, kedelapan terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara dan penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan sejumlah nama besar di dunia bisnis gula dan menyeret nama mantan pejabat tinggi negara.