Sektor Kuliner Singapura Menghadapi Tantangan Berat: Ratusan Kios Makanan dan Minuman Gulung Tikar Setiap Bulan

Sektor kuliner Singapura tengah menghadapi masa sulit dengan meningkatnya jumlah bisnis makanan dan minuman yang terpaksa menutup operasi. Data terbaru menunjukkan bahwa rata-rata 307 kios makanan dan minuman gulung tikar setiap bulannya sepanjang tahun 2025. Angka ini menandai peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, mengkhawatirkan banyak pihak terkait keberlangsungan industri ini.

Tren penutupan bisnis kuliner ini menunjukkan eskalasi yang cukup tajam. Pada tahun 2024, rata-rata 254 kios tutup setiap bulan, sementara pada periode 2022-2023, jumlahnya berkisar 230 kios per bulan. Perbandingan rasio penutupan dan pembukaan kios pada tahun 2025 dan 2024 jauh lebih tinggi daripada masa pandemi, menjadi indikasi bahwa sektor kuliner Singapura mengalami tekanan yang semakin berat.

Beberapa faktor utama berkontribusi pada situasi ini, termasuk:

  • Kenaikan Biaya Sewa: Harga sewa ruang usaha yang terus meningkat menjadi beban berat bagi bisnis kuliner, terutama bagi usaha kecil dan menengah.
  • Lonjakan Harga Bahan Baku: Fluktuasi harga bahan baku makanan dan minuman, ditambah dengan biaya impor yang tinggi, semakin menekan margin keuntungan.
  • Biaya Tenaga Kerja yang Tinggi: Upah minimum dan biaya tenaga kerja lainnya di Singapura juga menjadi tantangan tersendiri bagi pengusaha kuliner.

Alvin Goh, pendiri Wine RVLT, mengungkapkan bahwa bisnisnya mengalami kerugian sejak Juni 2023. Ia berencana menutup tokonya setelah masa sewa berakhir. "Kami telah mengalokasikan dana untuk memastikan pembayaran sewa, gaji, dan pemasok tetap berjalan," ujarnya.

Kondisi ini tidak hanya dialami oleh bisnis kecil. Restoran mewah pun turut menjadi korban. Private club 1880 di Robertson Quay baru-baru ini mengumumkan penutupan permanen karena kekurangan dana operasional. Cabang 1880 di Hong Kong juga telah tutup sebelumnya, kurang dari setahun setelah beroperasi. Menurut perwakilan 1880, penurunan frekuensi kunjungan anggota dan kebutuhan akan suntikan dana menjadi penyebab utama penutupan. Meskipun telah diupayakan pencarian investasi baru, upaya tersebut tidak membuahkan hasil.

"Pengeluaran dan frekuensi kunjungan anggota kami mengalami tren penurunan," tulis 1880 dalam sebuah pernyataan. "Kami mendapat tiga tawaran investasi atau akuisisi 1880. Salah satu dari tawaran ini akan memulihkan kesehatan kami dan memberi landasan untuk membangun brand global. Namun, kami tidak berhasil mendapatkan tawaran tersebut. Tanpa dana lebih lanjut untuk membayar staf atau pemasok, kami tidak punya pilihan lain selain tutup."

Kondisi ini menyoroti perlunya dukungan dan solusi inovatif untuk membantu sektor kuliner Singapura mengatasi tantangan yang ada dan memastikan keberlanjutan bisnis makanan dan minuman di masa depan.