Kendala Penerbitan Sertifikat Tanah Warga Terdampak Proyek Canguk Diungkap BPN Magelang
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Magelang memberikan penjelasan terkait lambatnya penerbitan sertifikat tanah bagi warga yang terkena dampak pembangunan semi underpass dan flyover Canguk. Dari total 62 bidang tanah yang terdampak proyek strategis tersebut, baru sebagian kecil yang sertifikatnya berhasil diterbitkan.
Kepala BPN Kota Magelang, Yanto Mulyanto, dalam konferensi pers yang diadakan di kantor Wali Kota Magelang, mengungkapkan bahwa hingga saat ini baru 10 sertifikat tanah yang berhasil diselesaikan. Pihaknya masih terus berupaya memproses penerbitan empat sertifikat lainnya. Yanto menjelaskan beberapa faktor utama yang menjadi penyebab keterlambatan proses tersebut.
- Kendala Administratif: Salah satu kendala utama adalah belum lengkapnya berkas administratif dari para pemilik tanah. Beberapa ahli waris belum menandatangani surat pernyataan hak kepemilikan tanah, yang merupakan dokumen penting dalam proses penerbitan sertifikat.
- Kewajiban Pajak: Kendala lainnya adalah belum dibayarkannya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) oleh sebagian pemilik tanah. Pembayaran BPHTB merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi sebelum sertifikat dapat diterbitkan.
- Persetujuan Patok Tanah: Selain itu, terdapat pemilik tanah yang belum menandatangani berkas patok tanah yang terdampak pembangunan. Penandatanganan berkas ini diperlukan untuk memastikan batas-batas tanah yang jelas dan akurat.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Magelang, Nanang Kristiyono, menambahkan bahwa aset-aset milik dinas di Kota Magelang, seperti lahan dan bangunan, juga terdampak proyek pembangunan underpass dan flyover Canguk. Ia memastikan bahwa semua sertifikat atas aset-aset tersebut telah diterbitkan. Nanang juga menjelaskan bahwa Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (SKP2JN) Wilayah 2 Provinsi Jawa Tengah bertanggung jawab dalam penyelesaian sertifikat tanah warga terdampak.
Sebelumnya, warga RW 21 Kelurahan Rejowinangun Utara menggelar aksi demonstrasi di sekitar lokasi proyek sebagai bentuk protes atas belum diterbitkannya sertifikat tanah mereka. Ketua RW 21, Lukisno, menyampaikan kekecewaan warga terhadap janji Kementerian PUPR yang sebelumnya menyatakan bahwa proses penyelesaian sertifikat hanya akan memakan waktu satu tahun sejak tahun 2022. Selain masalah sertifikat, warga juga mengeluhkan hilangnya fasilitas umum dan kerusakan infrastruktur akibat proyek tersebut.
Lukisno, yang juga merupakan salah satu warga terdampak, memiliki dua bidang tanah yang terkena proyek. Meskipun telah menerima uang ganti rugi, ia menegaskan bahwa sertifikat tanah tetap penting bagi warga, terutama sebagai agunan untuk mengakses modal usaha, terutama menjelang tahun ajaran baru sekolah.