Eks Marketing Freelance Didakwa Gelapkan Dana Investasi Bodong Senilai Rp 1,2 Miliar
Eks Marketing Freelance Terancam Hukuman Atas Dugaan Penipuan Investasi
Surabaya, Jawa Timur – Amelia Hutomo Chandra, seorang mantan marketing freelance dari sebuah perusahaan investasi keuangan, menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya atas dugaan penipuan yang menyebabkan kerugian hingga Rp 1,2 miliar. Dalam sidang yang digelar pada Kamis, 19 Oktober 2025, Amelia tidak mengajukan keberatan atas dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Estik Dilla Rahmawati. Hal ini membuat ketua majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan persidangan pada pekan berikutnya dengan agenda pemeriksaan saksi.
JPU mendakwa Amelia dengan tindak pidana penipuan berlanjut, melanggar Pasal 378 jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dakwaan tersebut mengungkap bahwa kerugian yang dialami korban mencapai lebih dari Rp 1,2 miliar. Meskipun korban sempat menerima keuntungan dan hasil penjualan barang pribadi milik terdakwa senilai Rp 844 juta, namun sisa dana sebesar Rp 373 juta belum dikembalikan.
Menurut uraian JPU, sejak 24 September 2019 hingga 23 Agustus 2023, Amelia diduga melakukan serangkaian tindakan penipuan dengan mengelabui seorang korban bernama Shierine Wangsa Wibawa. Ia menggunakan nama perusahaan tempatnya bekerja sebelumnya, PT Chrimacore, meskipun kontrak kerjanya telah berakhir pada tahun 2019. Amelia menawarkan produk investasi palsu kepada korban dengan mengatasnamakan perusahaan tersebut. PT Chrimacore sendiri tidak pernah mengeluarkan produk investasi berupa penempatan saham seperti yang ditawarkan Amelia.
Amelia berhasil meyakinkan korban untuk mentransfer sejumlah dana ke rekening pribadinya dengan iming-iming keuntungan sebesar 10 persen setiap dua bulan. Ia bahkan memalsukan dokumen berupa sertifikat penempatan saham dengan mencantumkan logo PT Chrimacore dan PT Sucor Securitas. Modusnya terus berkembang hingga akhirnya Amelia menggunakan nama perusahaan lain, PT Benefit Global Bisnis Manajemen, yang diakui sebagai miliknya. Melalui perusahaan ini, ia kembali menipu korban dengan berbagai penawaran investasi fiktif.
"Uang hasil penipuan digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi, yaitu untuk membeli barang-barang branded, membayar cicilan rumah dan mobil," ungkap JPU.
Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat untuk berhati-hati dan selalu melakukan verifikasi terhadap setiap tawaran investasi yang diterima, serta tidak mudah tergiur dengan iming-iming keuntungan besar dalam waktu singkat.