Kisah Roger: Abai Gejala Awal, Pria Ini Divonis Diabetes di Usia Muda Akibat Gemar Ngemil
Perjuangan Roger Melawan Diabetes Tipe 2: Kisah dari New Jersey
Roger, seorang pria asal New Jersey, Amerika Serikat, berbagi pengalamannya berjuang melawan diabetes tipe 2. Diagnosis penyakit ini ia terima pada tahun 2019, saat usianya baru 45 tahun. Sebuah usia yang terbilang muda untuk menderita penyakit yang kerap dikaitkan dengan usia lanjut.
Selama bertahun-tahun, Roger mengakui telah mengabaikan berbagai sinyal peringatan yang muncul. Ia menganggapnya sebagai bagian dari proses penuaan yang alami. Bahkan, pada usia 35 tahun, ia telah menyadari adanya peningkatan kadar A1C, yang berada di kisaran 6,2 hingga 6,3. A1C, atau Hemoglobin A1c, merupakan tes darah yang mengukur rata-rata kadar gula darah dalam kurun waktu dua hingga tiga bulan terakhir. Angka ini merepresentasikan persentase hemoglobin dalam darah yang berikatan dengan glukosa. Semakin tinggi angkanya, semakin tinggi pula kadar gula darah seseorang.
Saat itu, Roger merasa masih muda dan menganggap diabetes sebagai penyakit yang hanya menyerang orang tua, bukan pria aktif dan sukses sepertinya. Meskipun hasil tes menunjukkan indikasi awal pradiabetes, ia merasa baik-baik saja dan tidak mengalami gejala yang signifikan. Hal ini membuatnya terus meyakinkan diri bahwa kondisinya baik-baik saja. Namun, ia tidak menyadari bahwa gaya hidupnya yang kurang sehat menjadi penyebab utama masalah yang akan datang.
Waktu berlalu, dan kadar hemoglobin A1C Roger kembali meningkat, mencapai angka 6,7. Namun, ia kembali mencoba mengabaikan kenyataan. Kebiasaan ngemilnya, terutama kue Oreo, semakin menjadi-jadi. Ia beralasan bahwa kebiasaan ini dilakukan untuk menemani sang istri yang sedang hamil dan mengidam kue tersebut. Sebagai suami yang baik, ia merasa bertanggung jawab untuk memenuhi keinginan istrinya, tanpa menyadari dampak buruknya bagi kesehatan dirinya sendiri.
"Saat istri saya hamil, dia ngidam seperti kebanyakan wanita. Kebetulan saja dia ngidam kue Oreo! Tugas saya adalah memastikan rumah selalu penuh dengan Oreo. Saya ingat meninggalkan rumah pukul 10 malam untuk membeli Oreo kalau-kalau dia terbangun tengah malam dan butuh makanan," kata Roger.
"Seperti suami yang baik, saya tidak bisa membiarkannya makan sendirian. Saya malah makan Oreo bersamanya. Saat saya menerima hasil A1C 6,7, saya langsung berkata, 'Yah, itu karena kue! Saya akan berhenti memakannya dan semuanya akan baik-baik saja'," lanjutnya.
Munculnya Gejala yang Tak Bisa Diabaikan
Pada akhir tahun 2018, tubuh Roger mulai memberikan sinyal-sinyal yang sulit untuk diabaikan. Ia mengalami gangguan penglihatan, terutama saat mengemudi di malam hari. Hal ini memaksanya untuk mengunjungi dokter mata dan mendapatkan resep lensa progresif. Namun, lagi-lagi, ia menafsirkan kondisi ini sebagai bagian dari proses penuaan yang tak terhindarkan.
Selain gangguan penglihatan, Roger juga merasakan kehausan yang berlebihan, yang memaksanya untuk mengonsumsi tujuh hingga delapan botol air setiap hari. Akibatnya, ia juga menjadi lebih sering buang air kecil. Kelelahan yang berlebihan juga menjadi keluhan lainnya. Gejala-gejala ini mulai menyadarkannya bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan tubuhnya, meskipun ia belum sepenuhnya menghubungkannya dengan kondisi kesehatannya.
Titik Balik: Saran dari Sepupu
Pada awal musim semi tahun 2019, saat makan siang bersama sepupunya, Roger akhirnya mulai menceritakan gejala-gejala yang selama ini ia abaikan. Sepupunya, yang memiliki suami dengan diabetes tipe 1, mendengarkan keluhannya dengan seksama dan menyarankan Roger untuk segera memeriksakan diri ke dokter. Ia bahkan memberikan kontak seorang ahli endokrinologi.
Roger mengikuti saran tersebut. Sebelum mengunjungi ahli endokrinologi, ia terlebih dahulu menemui dokter keluarga untuk menjalani pemeriksaan darah lengkap. Hasil pemeriksaan tersebut menjadi titik balik dalam hidupnya. Pada tanggal 11 Juni 2019, perawat yang membacakan hasil lab memberitahukan bahwa kadar glukosa darah puasa Roger mencapai 283 mg/dL, dan angka A1C-nya melonjak drastis menjadi 12,7 persen. Angka-angka ini jauh di atas ambang batas diabetes dan masuk kategori sangat tinggi.
"Respons saya adalah bahwa ini tidak mungkin benar. Dengan angka-angka itu, saya seharusnya sudah meninggal," ucap Roger.
"Malam itu saya ingat pergi ke toko kelontong sendirian dan selama satu setengah jam mengalami gangguan saraf. Pada saat itulah saya menyadari bahwa semua yang saya sukai dari diet saya telah membunuh saya," sambungnya lagi.
Kisah Roger menjadi pengingat bagi kita semua untuk tidak mengabaikan sinyal-sinyal yang diberikan oleh tubuh. Deteksi dini dan perubahan gaya hidup yang sehat dapat membantu mencegah atau menunda perkembangan diabetes tipe 2.