Ironi Gamer Iran: Dari Call of Duty ke Kenyataan Pahit Agresi
Di tengah ketegangan geopolitik yang meningkat, warga Iran, khususnya generasi muda, hidup dalam bayang-bayang konflik. Kisah seorang gamer muda bernama Samin (nama samaran) menjadi cerminan pahit realitas yang dihadapi. Ketika dunia digital seharusnya menjadi pelarian, justru di sanalah ia dipertemukan dengan kenyataan pahit agresi.
Samin, seorang pemuda berusia 23 tahun dari Iran utara, sedang asyik bermain Call of Duty Mobile. Di tengah keseruan tembak-menembak dan ledakan virtual, tiba-tiba sebuah ledakan mengguncang dunia nyatanya. Ironisnya, ia tidak tahu apakah ledakan itu berasal dari game atau dunia luar. Ketegangan dan kekhawatiran langsung mencuat, mengubah pengalaman bermain game menjadi mimpi buruk yang nyata.
Bagi jutaan gamer Gen Z di Iran, dunia digital adalah oase di tengah pembatasan sosial dan pengawasan ketat pemerintah. Menurut harian Iran, Shargh, sekitar 15 persen dari total populasi Iran adalah gamer Gen Z dan pengguna Discord. Namun, bahkan di dunia virtual pun, mereka tidak bisa sepenuhnya melarikan diri dari kenyataan.
Pemerintah Iran memblokir Discord pada April 2024, dengan alasan platform tersebut digunakan untuk mengorganisir demonstrasi. Akibatnya, para gamer Iran terpaksa menggunakan VPN untuk mengakses platform tersebut dan tetap terhubung dengan komunitas mereka. Di tengah ancaman agresi, game online telah menjadi lebih dari sekadar hiburan; mereka adalah sarana untuk saling berkomunikasi, berbagi informasi, dan saling menguatkan.
"Kita jadi lebih sering online, saling ngecek kondisi satu sama lain. Berbagi kabar soal ulang tahun, suara rudal lewat, kehilangan keluarga yang dicintai," ujar Samin.
Kisah Samin hanyalah satu dari sekian banyak kisah gamer Iran yang terjebak di antara dunia virtual dan kenyataan pahit. Di forum online, mereka berbagi ketakutan, perjuangan, dan harapan mereka. Meskipun suasana menyakitkan, solidaritas dan kepedulian tetap menyala, memberikan secercah harapan di tengah kegelapan.