Warga Glodok Kehilangan Ruang Publik Akibat Pembangunan Puskesmas Kontroversial

Pembangunan sebuah puskesmas di Kelurahan Glodok, Jakarta Barat, telah memicu gelombang protes dari warga setempat. Proyek yang digagas oleh Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Barat ini, dinilai mengorbankan ruang publik yang selama ini menjadi jantung kegiatan sosial dan olahraga bagi masyarakat Kebon Torong.

Ruang terbuka yang dulunya merupakan lapangan olahraga aktif, kini rata dengan tanah demi berdirinya fasilitas kesehatan. Purnadi, tokoh masyarakat setempat yang juga merupakan Ketua Lapangan Kebon Torong, mengungkapkan bahwa penolakan terhadap proyek ini telah disuarakan sejak tahun lalu. Meskipun warga selalu menyuarakan ketidaksetujuan mereka dalam setiap forum sosialisasi, pemerintah daerah tetap melanjutkan pembangunan puskesmas di lokasi tersebut.

"Kami tidak setuju dengan pembangunan puskesmas yang harus menggusur lapangan olahraga yang selama ini aktif digunakan," tegas Purnadi. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa lapangan tersebut bukan hanya sekadar tempat berolahraga, tetapi juga berfungsi sebagai ruang terbuka hijau dan wadah bagi kegiatan sosial budaya warga.

Lapangan Kebon Torong, menurut Purnadi, dikelola secara swadaya oleh warga dan menjadi tempat berbagai aktivitas, mulai dari tai chi, taekwondo, tenis, bola basket, hingga kegiatan seni dan budaya. Lokasinya yang berdekatan dengan bangunan Cagar Budaya Yayasan Sejahtera Kemurnian juga menambah nilai historis dan sentimental bagi warga. Di tempat tersebut, berbagai komunitas seperti angklung, paduan suara, dan seni kaligrafi China berkembang pesat.

Lebih dari itu, lapangan ini memiliki makna mendalam bagi warga Glodok. Purnadi mengungkapkan bahwa lapangan tersebut menjadi simbol kebangkitan komunitas lokal setelah kerusuhan Mei 1998. "Setelah kerusuhan Mei itu kemudian membangun, membentuk sebuah komunitas kaligrafi China sampai kelas untuk kursus Mandarin," ujarnya.

Saat ini, kondisi lapangan sudah berubah drastis. Alat-alat berat seperti eskavator dan bor telah beroperasi untuk membangun fondasi puskesmas. Lumpur sisa pengerjaan terlihat mengotori area sekitar, bahkan meluber hingga ke tepi jalan raya. Di tengah situasi ini, spanduk-spanduk penolakan terhadap proyek puskesmas terpampang di hampir setiap rumah warga di sekitar lapangan, menjadi simbol perlawanan atas hilangnya ruang publik yang mereka cintai. Salah satu spanduk bertuliskan "Satu-satunya ruang publik kami akan dihancurkan. Tanpa Rasa Empati," menggambarkan kekecewaan dan kepedihan warga atas keputusan pemerintah daerah.