Pengeroyokan Mantan Dosen Universitas Muhammadiyah Madiun, Polisi Tetapkan Enam Tersangka dari Lingkungan Kampus
Kasus pengeroyokan terhadap Dwi Rizaldi Hatmoko, mantan dosen Universitas Muhammadiyah Madiun (Ummad), memasuki babak baru. Satuan Reskrim Polres Madiun Kota telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam insiden yang terjadi pada awal September 2024 lalu.
Kepala Seksi Humas Polres Madiun Kota, Iptu Ubaidillah, mengonfirmasi bahwa penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari laporan yang diajukan oleh korban. Penetapan ini tertuang dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tertanggal 5 Juni 2025. Kasus ini bermula dari insiden perekaman aspirasi mahasiswa oleh korban yang kemudian berujung pada aksi kekerasan.
Keenam tersangka yang ditetapkan berasal dari lingkungan internal Universitas Muhammadiyah Madiun, meliputi berbagai posisi struktural kampus. Mereka adalah:
- MHK (ajudan rektor)
- YAP (wakil dekan)
- SA (pejabat struktural Ummad)
- SP (Kaprodi)
- RA (dosen)
- MH (dosen)
AKP Agus Setiawan selaku Kasat Reskrim Polres Madiun Kota, menandatangani surat tersebut setelah melakukan gelar perkara pada Rabu, 4 Juni 2025. Penyidik berencana memanggil dan memeriksa keenam tersangka dalam waktu dekat untuk proses penyidikan lebih lanjut.
Dwi Rizaldi Hatmoko, korban dalam kasus ini, menyambut baik penetapan tersangka. Ia berharap kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga dan menunjukkan bahwa keadilan masih dapat ditegakkan. Lebih lanjut, Dwi meminta pihak kepolisian untuk mengungkap aktor intelektual di balik aksi pengeroyokan yang dialaminya.
"Semoga menjadi efek jera dan menjadi pembelajaran bagi yang lain bahwa hukum di Indonesia bisa tetap tegak. Selain itu tidak ada kasus-kasus berikutnya," ujar Dwi, yang mengaku mengalami trauma akibat kejadian tersebut. Ia juga mengungkapkan bahwa dirinya dan keluarga mengalami kerugian materiil setelah diberhentikan dari jabatannya sebagai dosen.
Korban juga berpesan kepada para tersangka untuk tidak melakukan tindakan main hakim sendiri. Ia menegaskan bahwa segala permasalahan ada mekanismenya dan tidak dibenarkan melakukan kekerasan fisik terhadap orang lain.
"Saya ingin sampaikan kepada para pelaku, jangan main hakim sendiri. Segala sesuatu ada mekanismenya. Semoga sadar, dan semoga aktor-aktor intelektual yang menyuruh kalian segera diungkap agar masalahnya semuanya lebih jelas," tegasnya.
Menurut keterangan Dwi, insiden pengeroyokan terjadi saat dirinya merekam aksi penyampaian aspirasi mahasiswa terkait perbedaan akreditasi antarjurusan. Tindakan perekaman ini tidak diterima oleh ajudan rektor, yang kemudian meminta Dwi untuk menyerahkan ponselnya. Penolakan Dwi berujung pada kekerasan fisik yang dilakukan oleh sejumlah orang yang diduga merupakan dosen dan karyawan kampus Ummad. Ia mengaku dibanting, dicekik, dan bajunya ditarik hingga robek.
Setelah kejadian tersebut, Dwi mengaku tidak ada permintaan maaf dari pihak Ummad. Bahkan, pihak kampus membantah adanya aksi pengeroyokan tersebut. Merasa tidak terima, Dwi melaporkan kasus ini ke Polres Madiun Kota. Setelah laporan tersebut, Dwi diberhentikan dari jabatannya sebagai dosen.
Rektor Ummad, Sofyan Anif, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat terkait penetapan tersangka, enggan memberikan komentar lebih lanjut. Ia mengarahkan agar menghubungi tim penasihat hukum Ummad, yakni Eko Nugroho dan Sasmito Nugroho Sudarsono. Namun, hingga berita ini diturunkan, kedua penasihat hukum tersebut belum memberikan respons saat dihubungi.