Sengketa Parkir Minimarket di Surabaya Berakhir Damai: Pemkot dan Pengusaha Sepakat Perbaiki Komunikasi

Polemik terkait lahan parkir di minimarket yang sempat memanas antara Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dan para pengusaha ritel akhirnya menemui titik terang. Kedua belah pihak sepakat untuk mengakhiri perselisihan dan fokus pada perbaikan komunikasi agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menyampaikan bahwa permasalahan ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama dalam hal pentingnya komunikasi yang efektif. Menurutnya, kesalahpahaman yang terjadi sebelumnya disebabkan oleh kurangnya koordinasi dan sosialisasi terkait peraturan daerah (Perda) yang mengatur pengelolaan parkir di minimarket.

  • Awal Mula Perselisihan

    Persoalan ini bermula dari rencana Pemkot Surabaya untuk menerapkan Perda Nomor 3 Tahun 2018 yang mewajibkan setiap minimarket menyediakan lahan parkir, mempekerjakan juru parkir (jukir) resmi, dan membayar pajak sebesar 10 persen dari pendapatan parkir bulanan. Kebijakan ini sempat tertunda pelaksanaannya pada tahun 2019 akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada penurunan pendapatan.

    Pada tahun 2025, Pemkot Surabaya kembali berencana mengimplementasikan Perda tersebut. Namun, transisi kepemimpinan di kalangan manajer minimarket dan kepala dinas terkait, serta kurangnya sosialisasi yang memadai, menyebabkan kebingungan dan penolakan dari sebagian pengusaha ritel.

  • Jalan Tengah dan Kesepakatan Baru

    Menyadari adanya miskomunikasi, Eri Cahyadi berinisiatif membuka dialog dengan para pengusaha minimarket. Dalam pertemuan tersebut, Pemkot Surabaya kembali mengingatkan tentang kewajiban penyediaan lahan parkir dan jukir resmi. Akhirnya, kedua belah pihak sepakat untuk menerapkan kembali aturan yang telah disepakati sebelumnya.

    Anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Surabaya, Romadhoni, mengamini bahwa semua permasalahan yang lalu telah diselesaikan. Ia menjelaskan bahwa kesepakatan yang dicapai meliputi mekanisme pembayaran pajak parkir dan insentif bagi jukir. Pemkot Surabaya telah memberikan gambaran mengenai jumlah konsumen minimarket per bulan, yang menjadi dasar perhitungan pajak parkir dan gaji jukir.

  • Penertiban dan Pengawasan

    Sebelumnya, Eri Cahyadi sempat menginstruksikan jajarannya untuk memeriksa sekitar 800 minimarket di Surabaya yang belum memiliki jukir resmi. Ia menegaskan bahwa setiap usaha, terutama minimarket, wajib menyediakan lahan parkir dan jukir gratis bagi pelanggan.

    Eri bahkan mengancam akan menyegel minimarket yang tidak mematuhi aturan tersebut. Ia menekankan bahwa penyediaan jukir merupakan bentuk penghormatan kepada warga Surabaya yang bekerja di sektor informal.

  • Pentingnya Komunikasi dan Sosialisasi

    Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi Pemkot Surabaya dan para pelaku usaha untuk senantiasa menjalin komunikasi yang baik dan terbuka. Sosialisasi peraturan dan kebijakan secara berkala menjadi kunci untuk menghindari kesalahpahaman dan penolakan. Dengan demikian, iklim investasi di Surabaya dapat terus kondusif dan memberikan manfaat bagi semua pihak.