Eksekusi Rumah Mantan Pejabat Tinggi TNI AL di Surabaya Berlangsung Tegang
Rumah milik Laksamana Soebroto Joedono, seorang pensiunan TNI AL dan mantan Wakil Panglima ABRI (sekarang TNI) di era Presiden Soeharto, yang terletak di Jalan dr. Soetomo, Surabaya, akhirnya dieksekusi pada hari Kamis (19/06/2025) setelah melalui proses hukum yang panjang dan berliku.
Eksekusi ini tidak berjalan mulus. Selain dihadiri oleh aparat kepolisian bersenjata lengkap, proses pengamanan juga melibatkan personel TNI AD dan TNI AL. Kehadiran aparat keamanan dalam jumlah besar ini bukan tanpa alasan. Sejak awal, eksekusi ini telah diwarnai dengan penolakan dari sejumlah massa organisasi masyarakat (ormas) yang mencoba menghalangi jalannya proses hukum. Bahkan, sebelum eksekusi dimulai, massa sempat menutup akses jalan di depan rumah yang menjadi objek sengketa dengan melakukan pembakaran.
Meski demikian, juru sita dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tetap menjalankan tugasnya dengan membacakan putusan pengadilan di depan rumah yang dipenuhi oleh massa ormas. Sebelum pembacaan putusan, Kabag Ops Polrestabes Surabaya, AKBP Wibowo, memberikan kesempatan kepada pihak pemohon eksekusi dan perwakilan massa ormas untuk berdiskusi dan menyampaikan pendapat masing-masing terkait sengketa lahan dan bangunan tersebut.
Setelah memberikan kesempatan berdiskusi, AKBP Wibowo memberikan tiga kali peringatan kepada seluruh pihak yang tidak berkepentingan untuk meninggalkan lokasi eksekusi. Ia juga memerintahkan anggotanya untuk menindak tegas siapa pun yang mencoba menghalangi proses eksekusi. Akhirnya, setelah pembacaan putusan oleh juru sita, pihak pemohon eksekusi berhasil memasuki rumah dan melakukan pengosongan.
Eksekusi rumah di Jalan dr. Soetomo Nomor 55 ini sebelumnya telah dua kali mengalami penundaan, yakni pada tanggal 13 dan 27 Februari 2025. Penundaan tersebut dilakukan karena pertimbangan keamanan, mengingat potensi kericuhan akibat banyaknya massa ormas yang hadir.
Sengketa rumah ini sendiri bermula dari gugatan yang diajukan oleh Hamzah Tedjakusuma, yang mengklaim kepemilikan berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Setelah melalui serangkaian proses hukum yang panjang dan melibatkan beberapa kali peralihan kepemilikan SHGB, Pengadilan Negeri Surabaya akhirnya memutuskan Handoko Wibisono sebagai pemilik sah berdasarkan transaksi jual beli tanah. Putusan inilah yang kemudian menjadi dasar bagi PN Surabaya untuk melakukan eksekusi.
Berikut adalah kronologi sengketa rumah Laksamana Soebroto Joedono:
- Awal Kepemilikan: Laksamana Soebroto Joedono menempati rumah tersebut berdasarkan izin dari TNI AL dan kemudian membelinya pada tahun 1972.
- Gugatan Pertama: Setelah Laksamana Soebroto meninggal, muncul gugatan dari Hamzah Tedjakusuma berdasarkan SHGB.
- Peralihan SHGB: Hamzah menjual SHGB kepada istrinya, Tina Hinderawati Tjoanda, yang kemudian menjualnya lagi kepada Rudianto Santoso.
- Gugatan Kedua: Rudianto menggugat ahli waris Laksamana Soebroto, namun gugatannya ditolak dan ia ditetapkan sebagai DPO karena pemalsuan akta jual beli.
- Peralihan SHGB Kedua: Rudianto menjual SHGB kepada Handoko Wibisono.
- Gugatan Ketiga dan Putusan Akhir: Handoko Wibisono kembali menggugat ahli waris Laksamana Soebroto dan memenangkan perkara, yang berujung pada eksekusi rumah.