Penggusuran Lapangan Kebon Torong di Glodok Picu Gelombang Protes Warga: Hilangnya Jantung Komunitas dan Sejarah Lokal
Polemik penggusuran Lapangan Kebon Torong, sebuah ruang publik yang sarat sejarah di kawasan Glodok, Jakarta Barat, telah memicu gelombang protes dari warga setempat. Lahan yang selama ini menjadi pusat kegiatan sosial, budaya, dan olahraga bagi komunitas, khususnya warga Tionghoa, diratakan untuk pembangunan fasilitas kesehatan tingkat pertama, yaitu puskesmas. Aksi ini dinilai warga sebagai bentuk pengabaian terhadap nilai-nilai historis dan ruang sosial yang telah lama mereka jaga.
Lapangan Kebon Torong, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga Glodok sejak tahun 1947, memiliki makna mendalam, terutama setelah peristiwa kerusuhan Mei 1998. Bagi komunitas Tionghoa, lapangan ini menjadi simbol kebangkitan dan pemulihan. Di tempat ini, berbagai kegiatan positif tumbuh dan berkembang, mulai dari latihan seni bela diri, olahraga rekreasi, hingga kegiatan seni budaya yang mempererat tali persaudaraan antarwarga. Bahkan, lapangan ini menjadi saksi bisu berdirinya komunitas kaligrafi China dan kelas-kelas bahasa Mandarin yang bertujuan untuk melestarikan warisan budaya.
Warga mengungkapkan kekecewaan mendalam atas keputusan pemerintah untuk menggusur lapangan tersebut. Mereka mengaku telah menyuarakan penolakan sejak tahun 2023, namun aspirasi mereka seolah tak didengar. Pembangunan puskesmas, yang diinisiasi oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, tetap berjalan meskipun warga telah berupaya menyampaikan keberatan mereka. Warga berpendapat bahwa keberadaan puskesmas di Glodok memang penting, namun tidak seharusnya mengorbankan ruang publik yang memiliki nilai sejarah dan sosial yang tinggi.
Lapangan Kebon Torong bukan sekadar tempat berolahraga. Lebih dari itu, lapangan ini merupakan ruang terbuka hijau yang memberikan kesegaran di tengah kepadatan kota. Di samping itu, lokasinya yang berdekatan dengan bangunan Cagar Budaya Yayasan Sejahtera Kemurnian semakin menambah nilai historis dan budayanya. Selama ini, warga secara swadaya merawat dan mengelola lapangan tersebut, menjadikannya tempat yang nyaman dan aman bagi semua kalangan.
Warga mempertanyakan urgensi pembangunan puskesmas di lokasi tersebut. Mereka beralasan bahwa selama ini warga Glodok telah memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada di Kelurahan Pinangsia, yang lokasinya tidak terlalu jauh. Dengan adanya penggusuran ini, warga merasa kehilangan satu-satunya ruang publik yang mereka miliki.
Saat ini, Lapangan Kebon Torong telah rata dengan tanah. Alat-alat berat seperti bor dan excavator terlihat sibuk melakukan pengerjaan. Lumpur sisa proyek mengotori jalanan di sekitarnya. Namun, semangat perlawanan warga tidak padam. Spanduk-spanduk penolakan terpasang di hampir setiap rumah, menyuarakan kekecewaan dan harapan agar pemerintah mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.