Motivasi Tersembunyi di Balik Keputusan Harry dan Meghan untuk Meninggalkan Kerajaan Inggris

Keputusan Pangeran Harry dan Meghan Markle untuk mundur dari tugas kerajaan dan memulai hidup baru di Amerika Serikat terus menjadi sorotan. Sebuah biografi terbaru berjudul 'Courtiers' mengungkap alasan yang lebih kompleks di balik langkah kontroversial tersebut. Penulis biografi kerajaan, Valentine Low, dalam bukunya yang dilansir dari The New York Post, menyatakan bahwa kepergian mereka bukan semata-mata karena masalah privasi, tetapi lebih didorong oleh keinginan untuk meraih kebebasan finansial dan mengembangkan potensi bisnis serta politik di luar batasan kerajaan.

Duke dan Duchess of Sussex, yang kini menetap di California, dilaporkan merasa tertekan oleh ketatnya protokol kerajaan yang menghambat ambisi pribadi dan profesional mereka. Menurut Low, Meghan Markle sangat ingin memiliki kendali atas penghasilannya sendiri, yang menjadi faktor penting dalam keputusan mereka untuk meninggalkan kehidupan kerajaan.

"Beberapa orang menduga bahwa pada akhirnya, dia ingin menghasilkan uang. Dan satu-satunya cara untuk melakukannya adalah dengan meninggalkan kehidupan kerajaan," tulis Low dalam bukunya.

Pasangan ini awalnya mengajukan proposal model hibrida, di mana mereka akan menjalankan tugas-tugas kerajaan tertentu sambil tetap memiliki kemandirian finansial. Namun, usulan ini ditolak oleh pihak Istana, yang khawatir akan menjaga netralitas dan kesopanan Mahkota.

Ratu Elizabeth II, sebelum wafat, mengambil sikap tegas terkait hal ini. Beliau berpendapat bahwa anggota Keluarga Kerajaan harus sepenuhnya mematuhi protokol yang ada atau mengundurkan diri sepenuhnya dari tugas kerajaan. Konsekuensi dari keputusan Harry dan Meghan tidak berhenti di situ. Setelah mereka secara resmi mengundurkan diri pada tahun 2020, pemerintah Inggris mencabut hak mereka atas perlindungan keamanan otomatis yang didanai oleh negara.

Harry merasa tidak terima dengan keputusan ini dan mengajukan gugatan hukum. Namun, pada awal Mei 2025, pengadilan Inggris menolak bandingnya. Gugatan yang gagal ini tidak hanya mengecewakan Harry, tetapi juga membebani keuangan publik Inggris. Laporan menunjukkan bahwa proses hukum tersebut telah menelan biaya sekitar 100.000 GBP atau hampir Rp 2 miliar dari anggaran negara.

  • Total biaya hukum yang harus ditanggung oleh Kementerian Dalam Negeri Inggris untuk menangani kasus ini mencapai 656.324 GBP atau sekitar Rp 14 miliar.
  • Sebagian besar dari angka tersebut, sekitar Rp 12 miliar, digunakan untuk kasus awal tahun sebelumnya, yang berakhir dengan kekalahan Harry.
  • Selama proses banding, pengacara pemerintah menambahkan biaya sebesar 102.000 GBP atau sekitar Rp 2,2 miliar.

Jika semua biaya tersebut digabungkan, Harry berpotensi harus membayar kembali hampir 1,5 juta GBP atau sekitar Rp 33 miliar, mengingat statusnya sebagai pihak yang kalah dalam gugatan. Tahun lalu, hakim bahkan telah memutuskan bahwa Harry harus menanggung 90% dari total biaya publik yang dikeluarkan dalam kasus ini.