Pengangkatan Letkol Teddy Indra Wijaya sebagai Seskab Dinilai Melanggar UU TNI

Pengangkatan Letkol Teddy Indra Wijaya sebagai Seskab Dinilai Melanggar UU TNI

Polemik terkait pengangkatan Letkol Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) terus bergulir. Mantan anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, secara tegas menyatakan bahwa penempatan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pernyataan ini disampaikan menyusul ketidaksesuaian posisi Seskab dengan ketentuan yang mengatur penempatan prajurit aktif TNI dalam jabatan sipil. Hasanuddin menekankan pentingnya konsistensi penegakan hukum dalam tubuh TNI agar terhindar dari kontroversi dan menjaga integritas institusi.

Menurut Hasanuddin, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi UU TNI yang terbaru membatasi penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil hanya pada 15 kementerian/lembaga tertentu. Sekretariat Negara, di mana Seskab bernaung, tidak termasuk dalam daftar tersebut. Ia merujuk pada Pasal 47 ayat (2) UU TNI yang mengatur hal ini. Lebih lanjut, Hasanuddin menjelaskan bahwa peraturan tersebut secara eksplisit membatasi jabatan sipil bagi prajurit aktif hanya pada 10 kementerian/lembaga. Oleh karena itu, posisi Letkol Teddy sebagai Seskab dianggapnya tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan menuntut Letkol Teddy untuk mundur dari dinas aktif di TNI.

Lebih jauh, Hasanuddin mengungkapkan bahwa pada Oktober 2024 lalu, ia telah dimintakan pendapat oleh pihak Istana terkait rencana pengangkatan Letkol Teddy. Saat itu, Istana menanyakan kemungkinan penempatan Letkol Teddy sebagai Seskab tanpa harus meninggalkan karier militernya. Sebagai respon, Hasanuddin memberikan saran alternatif agar Letkol Teddy tetap dapat berkarier di lingkungan militer sembari mengemban tugas sipil.

"Saya menyarankan agar jika ingin mempertahankan status militer Mayor Teddy, maka posisinya sebaiknya ditempatkan di Sekretariat Militer," ungkap Hasanuddin. Ia mencontohkan beberapa posisi yang tersedia di Sekretariat Militer, seperti Kepala Biro Umum, Kepala Biro Tanda Pangkat, dan Kepala Biro Tanda Jasa dan Kehormatan. Sebagai solusi, Hasanuddin bahkan mengusulkan penambahan posisi Kepala Biro Sekretariat Kabinet di bawah naungan Sekretariat Militer, sejalan dengan ketentuan Pasal 47 UU TNI. Namun, penjelasan dari Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi pada 21 Oktober 2024, yang menyatakan bahwa Seskab berada di bawah Kementerian Sekretariat Negara dan bukan Sekretariat Militer, menunjukkan perbedaan interpretasi dan menyeret isu ini ke ranah polemik yang lebih luas.

Perbedaan interpretasi peraturan ini menyoroti perlunya kejelasan dan konsistensi dalam penerapan hukum, khususnya terkait penempatan personel militer aktif dalam jabatan sipil. Ketidakjelasan ini berpotensi menimbulkan keresahan dan mengganggu efektivitas serta kredibilitas TNI sebagai institusi negara. Oleh karena itu, perdebatan ini menuntut langkah tegas dan transparan dari pihak berwenang untuk menyelesaikan polemik hukum dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

  • Penjelasan lebih lanjut mengenai Pasal 47 ayat (2) UU TNI dan implikasinya terhadap kasus ini dibutuhkan untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif.
  • Perlu adanya klarifikasi resmi dari pihak Istana dan TNI terkait perbedaan interpretasi peraturan dan langkah-langkah yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah ini.
  • Perlu kajian mendalam tentang mekanisme penempatan personel militer dalam jabatan sipil untuk menghindari polemik serupa di masa mendatang.