Bahasa Belitung di Ujung Tanduk, Andrea Hirata Bergerak Selamatkan Warisan Budaya

Nama Andrea Hirata tak bisa dilepaskan dari novel fenomenal Laskar Pelangi yang telah menjadi ikon Belitung Timur. Dua dekade lebih berlalu sejak kisah Ikal dan kawan-kawannya memikat hati pembaca, namun ironi menghantui kampung halaman sang penulis.

Bahasa Belitung, yang dulunya begitu melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, kini menghadapi ancaman kepunahan. Generasi muda semakin jarang menggunakan bahasa ibu mereka. Obrolan di warung kopi pun nyaris tak terdengar lagi dalam dialek khas Belitung.

Andrea Hirata, dengan kepedihan mendalam, menyaksikan fenomena ini. Ia mencatat bahwa tahun ini saja, lebih dari 20 kosakata daerahnya terlupakan oleh masyarakat Belitung. "Sejak dulu bahasa Belitung itu terancam punah," ungkapnya saat ditemui di Jakarta Pusat. Pemerintah pun mencatat ratusan bahasa daerah di Indonesia berada dalam kondisi serupa.

Kegelisahan ini mendorong Andrea Hirata untuk bertindak. Selama 15 tahun terakhir, ia aktif mengunjungi sekolah-sekolah, berupaya membangkitkan kesadaran akan pentingnya melestarikan bahasa Belitung. Aksi ini menjadi semakin intensif dalam beberapa waktu belakangan.

Penulis novel Orang-Orang Biasa ini setiap hari berkeliling Belitung Timur dengan sepeda tua warisan ayahnya. Ia membawa spanduk berisi ajakan untuk mencintai bahasa daerah dan menyambangi berbagai tempat, berinteraksi dengan masyarakat dan menguji pengetahuan mereka tentang kosakata Belitung.

"Saya tanya, tahu arti kata 'bedake'? Kata 'kuwake' atau 'melipe'? 90% gak ada yang tahu," ujarnya dengan nada prihatin. Ia mencatat sekitar 400 kata benda terancam punah, dengan 20 kata tambahan yang hilang dari peredaran setiap tahunnya.

Inisiatif budaya yang dinamakan Tour De Bahase Belitong telah menyambangi sejumlah sekolah, termasuk SDN 6 Gentong, SDN 2 Gantong, SMPN 1 Gantong, dan SMAN 1 Gantong. Rencananya, tur ini akan dilanjutkan ke lebih banyak sekolah di Belitung.

Di hadapan para siswa, Andrea Hirata berusaha menanamkan kecintaan terhadap bahasa daerah. Ia menjelaskan makna mendalam dari kata-kata yang mulai dilupakan. "Tahu arti kata 'melipe'? Satu kata yang indah banget. Melipe itu ungkapan rasa kesengsaraan yang paling sengsara. 'Menderita', jadi hidup saya 'melipe', gak ada yang peduli," jelasnya.

Andrea Hirata menegaskan bahwa dirinya bukanlah seorang politisi, ahli budaya, ataupun pembicara seni. Ia hanyalah seorang penulis yang terpanggil untuk menyelamatkan kekayaan bahasa Belitung.

"Bahasa adalah identitas kita, kalau kehilangan identitas kita, kehilangan sejarah," tegasnya. Ia mengusulkan agar bahasa Belitung diajarkan di sekolah-sekolah dasar, seperti halnya bahasa Sunda di Jawa Barat. Upaya ini diharapkan dapat menjadi langkah strategis untuk melestarikan warisan budaya yang tak ternilai harganya.