Rumah Subsidi 18 Meter Persegi vs. Kontrakan di Jakarta: Pilihan Ideal untuk Siapa?

Rumah Subsidi Mungil atau Kontrakan Jakarta: Mana yang Lebih Menguntungkan?

Isu mengenai usulan rumah subsidi berukuran 18 meter persegi tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Banyak pihak berpendapat bahwa ukuran tersebut kurang ideal, terutama bagi keluarga yang memiliki anak. Dengan luas yang terbatas, hunian ini dinilai lebih cocok untuk individu lajang atau pasangan muda tanpa anak.

Salah satu daya tarik dari rumah subsidi 18 meter persegi adalah potensi lokasinya yang strategis, dekat dengan pusat kota, serta cicilan yang relatif terjangkau. Dengan asumsi harga sekitar Rp 100 jutaan, cicilan bulanan diperkirakan berkisar antara Rp 600-700 ribu. Namun, jika harga rumah subsidi mencapai Rp 185 jutaan, cicilan bisa mencapai Rp 1,2 juta per bulan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apakah membeli rumah subsidi dengan ukuran yang menyerupai kontrakan petak lebih baik daripada menyewa kontrakan?

Pertimbangan Matang Sebelum Memutuskan

Martin Hutapea dari PT Leads Property Service Indonesia menyarankan agar individu lajang mempertimbangkan untuk menyewa rumah terlebih dahulu. Alasannya, kebutuhan akan ruang akan meningkat seiring dengan perubahan status, seperti menikah dan memiliki anak. Membeli rumah berukuran 18 meter persegi di usia muda mungkin akan menjadi kendala di kemudian hari ketika membutuhkan hunian yang lebih besar.

"Jika masih lajang, sebaiknya sewa saja. Membeli rumah tipe 18 di usia 25, kemudian berencana menikah, akan memaksa untuk menjualnya kembali karena terlalu kecil," ujar Martin.

Idealnya, menurut Martin, rumah dengan 3 kamar tidur dan luas bangunan 60-70 meter persegi adalah pilihan yang lebih baik. Luas tersebut dianggap ideal karena kebutuhan ruang per orang adalah sekitar 9 meter persegi.

Bagi mereka yang berpenghasilan menengah, kontrakan di Jakarta Timur bisa menjadi alternatif yang menarik. Dengan harga sekitar Rp 3 juta per bulan, lokasi kontrakan tersebut masih relatif dekat dengan pusat kota. Pilihan lain yang lebih ekonomis adalah tinggal di kos-kosan, terutama bagi individu lajang.

Martin kurang merekomendasikan apartemen sebagai pilihan sewa karena harganya yang cenderung mahal bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yaitu sekitar Rp 6 juta per bulan. Selain itu, biaya tersebut belum termasuk biaya perawatan gedung (service charge) yang dihitung per meter persegi.

"Apartemen membutuhkan anggaran yang lebih tinggi karena adanya service charge. Biaya ini bisa mencapai Rp 20 ribu per meter. Jadi, untuk apartemen satu kamar berukuran 40 meter persegi, service charge-nya bisa mencapai Rp 800 ribu. Kecuali ada pemilik unit apartemen yang menawarkan sewa Rp 6 juta sudah termasuk service charge, itu berbeda," jelasnya.

Kapan Waktu yang Tepat untuk Membeli Rumah?

Keputusan untuk membeli rumah sebaiknya diambil ketika kondisi finansial sudah stabil dan mencukupi. Tidak ada batasan usia yang pasti untuk membeli rumah. Namun, perlu diingat bahwa tenor KPR saat ini cukup panjang, bisa mencapai 20 tahun. Pastikan cicilan rumah sudah lunas sebelum memasuki masa pensiun.

"Dulu KPR bisa lunas dalam 10 tahun. Sekarang tenornya 20 tahun. Jika membeli rumah di usia 30 tahun, maka cicilan baru akan lunas di usia 55 tahun, menjelang masa pensiun," ungkapnya.

Selain itu, bagi mereka yang sudah berkeluarga, pengeluaran akan semakin bertambah. Oleh karena itu, diharapkan penghasilan juga mengalami peningkatan seiring dengan kesiapan untuk membeli rumah, setidaknya di atas Upah Minimum Regional (UMR).

Pilihan Antara Rumah Subsidi dan Kontrakan:

Pada akhirnya, keputusan untuk membeli rumah subsidi 18 meter persegi atau menyewa kontrakan bergantung pada kondisi dan kebutuhan masing-masing individu. Pertimbangkan faktor-faktor seperti status perkawinan, jumlah anggota keluarga, stabilitas finansial, dan preferensi lokasi sebelum membuat keputusan yang tepat.