Eskalasi Konflik: Hizbullah Beri Sinyal Dukungan Penuh ke Iran, Abaikan Peringatan AS
Krisis di Timur Tengah semakin memanas setelah kelompok Hizbullah, yang berbasis di Lebanon selatan, memberikan indikasi kuat akan memberikan dukungan penuh kepada Iran dalam konflik yang sedang berlangsung dengan Israel. Pernyataan ini muncul setelah Amerika Serikat (AS) secara terbuka memperingatkan Hizbullah agar tidak terlibat dalam konfrontasi tersebut.
Naim Qassem, pemimpin senior Hizbullah, menyatakan bahwa kelompoknya tidak akan bersikap netral dalam konflik yang melibatkan Iran dan Israel. Ia menegaskan bahwa Hizbullah akan bertindak sesuai dengan penilaiannya sendiri dalam menghadapi apa yang disebutnya sebagai 'agresi brutal Israel-Amerika'. Qassem juga menyinggung bahwa AS dan Israel tidak akan mampu mengalahkan Iran dan Korps Garda Revolusi Islam.
"Kami memiliki tanggung jawab untuk mendukung Iran dan memberikan segala bentuk dukungan yang berkontribusi untuk mengakhiri tirani dan penindasan ini," tegas Qassem, menyiratkan bahwa Hizbullah siap mengambil langkah-langkah konkret untuk membela sekutunya, Iran.
Pernyataan keras dari Hizbullah ini muncul setelah Utusan Khusus AS untuk Suriah, Tom Barrack, melakukan kunjungan ke Beirut. Dalam kunjungannya, Barrack bertemu dengan sejumlah pejabat tinggi Lebanon, termasuk ketua parlemen Nabih Berri, yang diketahui memiliki hubungan dekat dengan Hizbullah. Barrack secara eksplisit menyampaikan pesan dari Presiden AS saat itu, Donald Trump, yang memperingatkan bahwa keterlibatan Hizbullah dalam perang Iran-Israel akan menjadi "keputusan yang sangat, sangat buruk".
Berikut point penting dalam berita:
- Peringatan AS: Amerika Serikat secara terbuka memperingatkan Hizbullah untuk tidak terlibat dalam konflik antara Iran dan Israel.
- Sikap Hizbullah: Hizbullah menegaskan tidak akan netral dan akan mendukung Iran dalam konflik tersebut.
- Kunjungan Utusan AS: Tom Barrack, Utusan Khusus AS untuk Suriah, menyampaikan peringatan langsung kepada pejabat Lebanon terkait potensi keterlibatan Hizbullah.
Di tengah ketegangan yang meningkat, Perdana Menteri Lebanon, Nawaf Salam, menegaskan komitmen negaranya terhadap keamanan dan stabilitas, serta menolak untuk terseret ke dalam konflik regional. Namun, dengan Hizbullah yang memiliki kekuatan militer signifikan di Lebanon, pernyataan kelompok tersebut menimbulkan kekhawatiran serius tentang potensi eskalasi konflik yang lebih luas di Timur Tengah.
Konflik antara Israel dan Iran sendiri telah berlangsung selama bertahun-tahun, dengan kedua negara saling mendukung kelompok-kelompok bersenjata di berbagai negara. Keterlibatan Hizbullah dalam konflik ini dapat memperburuk situasi dan menyeret Lebanon ke dalam pusaran kekerasan yang lebih dalam.
Hizbullah sendiri diketahui pernah terlibat dalam konflik bersenjata dengan Israel di masa lalu, termasuk perang pada tahun lalu yang berakhir dengan perjanjian gencatan senjata. Konfrontasi terakhir tersebut menyebabkan kerugian besar bagi Hizbullah, baik secara militer maupun finansial. Meskipun demikian, kelompok tersebut tampaknya tetap bertekad untuk membela kepentingan Iran, meskipun dengan risiko yang besar.