Pergeseran Tren Investasi: Generasi Z Lebih Memilih Aset Digital Dibanding Properti

markdown Kepemilikan properti, yang dulunya dianggap sebagai investasi primadona, kini menghadapi tantangan dalam menarik minat generasi muda, terutama Generasi Z. Ada pergeseran paradigma yang signifikan dalam cara generasi ini memandang investasi, dengan aset digital seperti saham dan mata uang kripto semakin populer.

Hendra Hartono, CEO PT Leads Property Service Indonesia, mengungkapkan bahwa properti saat ini kurang menarik sebagai instrumen investasi bagi Generasi Milenial dan Generasi Z. Alih-alih mengejar capital gain dari properti, mereka cenderung membelinya karena kebutuhan tempat tinggal. Generasi ini lebih tertarik pada potensi keuntungan yang ditawarkan oleh pasar saham, Bitcoin, dan instrumen investasi modern lainnya.

"Properti bukan lagi daya tarik utama dari sudut pandang investasi. Sekarang, orang membeli properti karena memang membutuhkannya. Ada juga anggapan bahwa seseorang belum dianggap sukses jika belum memiliki properti," ujar Hendra dalam Media Briefing Jakarta Property Market Insight Q1 2025.

Penurunan daya tarik properti sebagai investasi telah terasa sejak tahun 2016. Penurunan harga sewa menjadi salah satu faktor utama. Padahal, menyewakan properti adalah salah satu cara untuk menghasilkan nilai dari aset tersebut.

"Setelah tahun 2016, harga sewa juga mengalami penurunan. Ini membuat investasi properti, terutama high rise, menjadi kurang menarik dari segi pendapatan," jelasnya.

Generasi Z cenderung berpikir rasional dalam berinvestasi. Mereka membandingkan potensi keuntungan properti dengan instrumen lain yang lebih menjanjikan. Investasi properti dianggap kurang menguntungkan dibandingkan dengan potensi keuntungan dari Bitcoin atau saham.

"Dulu kita sering mengatakan bahwa membeli properti itu menarik karena bisa melebihi inflasi atau bunga bank. Tapi, bagi mereka, itu tidak cukup. Mereka lebih tertarik dengan Bitcoin atau investasi saham yang dapat menghasilkan keuntungan lebih besar daripada memiliki rumah di daerah pinggiran atau kos-kosan," lanjut Hendra.

Selain itu, banyak anggota Generasi Z yang lebih memilih menyewa daripada membeli rumah, terutama jika mereka belum mampu membeli rumah di lokasi yang diinginkan. Faktor lain adalah dukungan dari orang tua, terutama bagi mereka yang berasal dari keluarga berada. Banyak orang tua yang membelikan properti untuk anak-anak mereka sebagai investasi jangka panjang.

"Ada juga faktor gengsi. Jika belum mampu membeli rumah di kawasan elite, lebih baik menyewa saja. Apalagi, masih ada orang tua yang mungkin akan mewariskan rumah. Banyak rumah mewah dibeli oleh orang tua untuk anak-anak mereka," tutur Hendra.

Mahalnya harga tanah juga menjadi penyebab lain mengapa properti kurang menarik sebagai investasi. Kenaikan harga tanah tidak sebanding dengan potensi pendapatan sewa yang bisa diperoleh. Sebagai contoh, jika seseorang membeli rumah di kawasan berkembang dengan tujuan investasi dan kemudian menyewakannya, pendapatan sewa yang diperoleh mungkin tidak sebanding dengan harga tanah yang terus meningkat.

"Saat ini, properti yang menguntungkan adalah properti yang sudah dimiliki sejak lama, kemudian dibangun. Jika baru membeli tanah di kawasan pusat bisnis atau kawasan berkembang, pendapatan sewanya mungkin tidak sepadan. Investasi properti tidak bisa turun," ungkapnya.