Ahli Hukum Kritik Pasal UU Tipikor: Penjual Pecel Lele di Trotoar Berpotensi Terjerat

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001. Sidang ini menghadirkan ahli hukum Chandra M Hamzah, mantan Wakil Ketua KPK periode 2007-2009, yang memberikan pandangannya terkait Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor. Chandra menilai bahwa pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan masalah karena interpretasi yang ambigu dan berpotensi melanggar asas hukum.

Chandra M Hamzah menjelaskan, Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor berbunyi:

"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)".

Kemudian, Pasal 3 UU Tipikor berbunyi:

"Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)".

Menurut Chandra, penafsiran yang keliru terhadap Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor dapat berpotensi menjerat pedagang pecel lele yang berjualan di trotoar. Ia berargumen bahwa pedagang tersebut dapat dianggap melakukan perbuatan melawan hukum karena berjualan di area yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki. Tindakan ini, menurutnya, memenuhi unsur "memperkaya diri sendiri" dan "merugikan keuangan negara" dalam interpretasi yang luas. Chandra juga menyoroti frasa "setiap orang" dalam Pasal 3 UU Tipikor, yang menurutnya dapat mengaburkan esensi dari tindak pidana korupsi yang seharusnya terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan.

Chandra merekomendasikan penghapusan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor karena dianggap melanggar asas lex certa dan merevisi Pasal 3 dengan mengganti frasa "setiap orang" menjadi "Pegawai Negeri" dan "Penyelenggara Negara", sesuai dengan Article 19 UNCAC (United Nations Convention Against Corruption). Ia juga mengusulkan penghilangan frasa "yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara" sebagaimana direkomendasikan oleh UNCAC.

Selain Chandra, sidang MK juga menghadirkan Ahli Keuangan Amien Sunaryadi, mantan wakil ketua KPK periode 2003-2007. Amien Sunaryadi menyoroti bahwa praktik suap merupakan jenis korupsi yang paling banyak terjadi, namun aparat penegak hukum cenderung lebih fokus pada kasus-kasus yang merugikan keuangan negara. Amien menyatakan, fokus penegak hukum dan pemeriksa keuangan saat ini tidak akan membebaskan Indonesia dari korupsi, karena jenis korupsi yang paling banyak terjadi adalah suap, namun yang dikejar-kejar adalah kerugian keuangan negara.