Upaya Konservasi Kakatua Jambul Kuning di Pulau Moyo Diintensifkan Melalui Pemantauan Digital

Pulau Moyo, sebuah surga alam di Nusa Tenggara Barat, menjadi fokus utama dalam upaya konservasi kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea occidentalis), spesies burung yang terancam punah. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB mengambil langkah proaktif dengan menerapkan teknologi terkini dalam memantau populasi yang kian menyusut ini.

Inisiatif penting ini melibatkan pemasangan camera trap, sebuah metode pemantauan non-invasif yang memungkinkan para ahli untuk mengamati perilaku dan aktivitas burung kakatua di habitat aslinya tanpa mengganggu keberadaan mereka. Rencananya, kamera-kamera berteknologi tinggi ini akan dipasang pada semester kedua tahun 2025. Kamera ini dilengkapi dengan sensor panas dan sensor gerak, yang secara otomatis merekam gambar dan video ketika mendeteksi pergerakan atau perubahan suhu di sekitarnya.

Kepala BKSDA NTB, Budhy Kurniawan, menjelaskan bahwa data yang dikumpulkan dari camera trap akan sangat berharga dalam memahami bagaimana kakatua jambul kuning berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk pola makan, perilaku bersarang, dan interaksi sosial mereka. Informasi ini akan menjadi dasar bagi strategi konservasi yang lebih efektif dan terarah.

Populasi Kritis dan Tantangan Konservasi

Survei yang dilakukan pada tahun 2024 oleh BKSDA NTB bersama Universitas Mataram dan komunitas pengamat burung mengungkapkan fakta yang mengkhawatirkan: hanya tersisa 51 ekor kakatua jambul kuning di Pulau Moyo. Jumlah ini menempatkan spesies ini pada status critical endangered, yang berarti menghadapi risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar.

Kakatua jambul kuning adalah burung berukuran kecil, dengan panjang tubuh sekitar 33-35 cm. Bulunya didominasi warna putih, dengan jambul kuning yang khas dan paruh hitam yang kuat. Pulau Moyo merupakan salah satu habitat penting bagi spesies ini di Nusa Tenggara Barat. Oleh karena itu, upaya konservasi yang komprehensif sangat diperlukan untuk melindungi populasi yang tersisa dan mencegah kepunahan.

Ancaman utama bagi kakatua jambul kuning meliputi:

  • Perburuan ilegal: Burung ini sering ditangkap untuk diperdagangkan sebagai hewan peliharaan.
  • Kehilangan habitat: Deforestasi dan konversi lahan mengurangi ketersediaan tempat bersarang dan sumber makanan.
  • Gangguan manusia: Aktivitas manusia, seperti pariwisata yang tidak bertanggung jawab, dapat mengganggu perilaku alami burung.

Kolaborasi untuk Masa Depan Kakatua Jambul Kuning

BKSDA NTB menyadari bahwa upaya konservasi kakatua jambul kuning membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Mereka aktif bekerja sama dengan pemerintah daerah, lembaga penelitian, organisasi konservasi, dan masyarakat lokal untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya melindungi spesies ini.

Salah satu aspek penting dari upaya konservasi adalah pelestarian pohon gebang (sejenis palem), yang merupakan habitat penting bagi kakatua jambul kuning. Burung-burung ini sering bersarang di pohon gebang dan memakan bijinya. Dengan melindungi pohon gebang, kita juga melindungi sumber makanan dan tempat bersarang bagi kakatua jambul kuning.

Dengan pemantauan intensif melalui camera trap dan kolaborasi yang erat dengan berbagai pihak, BKSDA NTB berharap dapat meningkatkan populasi kakatua jambul kuning di Pulau Moyo dan memastikan kelangsungan hidup spesies yang terancam punah ini untuk generasi mendatang.