Konflik Internal Partai Ummat: Ujian Demokrasi Amien Rais?
Konflik Internal Partai Ummat: Ujian Demokrasi Amien Rais?
Partai Ummat, partai yang didirikan oleh tokoh reformasi Amien Rais, tengah menghadapi badai internal yang menguji soliditas dan komitmennya terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Konflik ini berpusat pada perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai yang dianggap sejumlah kader dilakukan secara sepihak oleh Majelis Syuro yang diketuai oleh Amien Rais.
Perubahan AD/ART ini memicu gelombang protes dari berbagai Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) yang merasa mekanisme demokratis dalam partai telah dihilangkan. Mereka mengkritik penghapusan forum-forum musyawarah dan pertanggungjawaban pengurus, yang dinilai mengkonsentrasikan kekuasaan di tangan Ketua Majelis Syuro tanpa adanya mekanisme check and balance yang memadai.
Akar Konflik dan Reaksi Kader
Inti permasalahan terletak pada perubahan AD/ART yang dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Partai Politik dan mencederai demokrasi internal. Langkah ini ditentang keras oleh sejumlah DPW yang kemudian melaporkan keberatan mereka ke Mahkamah Partai dan bahkan mengancam akan menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pembubaran pengurus Partai Ummat DI Yogyakarta menjadi contoh nyata dampak dari konflik ini.
Namun, tidak semua kader bersikap demikian. Sebagian DPW, seperti Jawa Timur, menyatakan dukungan penuh kepada Amien Rais, menunjukkan adanya perpecahan di dalam partai antara kubu yang menginginkan reformasi dan kubu yang mempertahankan status quo.
Kilas Balik Perjalanan Politik Amien Rais
Untuk memahami dinamika yang terjadi di Partai Ummat, perlu melihat kembali perjalanan politik Amien Rais. Sebagai tokoh sentral reformasi 1998 dan pendiri PAN, Amien Rais pernah menduduki posisi strategis sebagai Ketua MPR RI. Namun, ambisi politiknya untuk menjadi presiden tidak terwujud, dan pengaruhnya di PAN pun semakin memudar hingga akhirnya ia mendirikan Partai Ummat.
Partai Ummat, yang didirikan dengan semangat Islam populis dan mengusung keadilan serta perlawanan terhadap kezaliman, ternyata tidak mampu meraih hasil yang signifikan dalam Pemilu 2024. Setelah Pemilu, partai ini bahkan mengubah arah politiknya dengan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran, meskipun sebelumnya tergabung dalam koalisi oposisi. Langkah ini menunjukkan sisi pragmatis Amien Rais dalam menjaga relevansinya di panggung politik.
Cerminan Budaya Politik Indonesia
Konflik yang terjadi di Partai Ummat mencerminkan beberapa aspek budaya politik Indonesia:
- Personalisasi partai: Partai Ummat sangat bergantung pada sosok Amien Rais, seperti halnya partai lain yang bertumpu pada tokoh sentral.
- Kultur kartel kekuasaan dan pragmatisme: Manuver politik Amien Rais menunjukkan kecenderungan politisi untuk berkoalisi demi posisi, daripada berpegang teguh pada ideologi.
- Minimnya demokrasi internal partai: Prosedur demokratis seringkali diabaikan demi kepentingan pimpinan.
- Kemunafikan politik: Retorika moral seringkali tidak sejalan dengan tindakan nyata.
Pelajaran dari Konflik
Konflik di Partai Ummat menjadi pengingat bahwa demokrasi harus dipraktikkan secara konsisten, baik di tingkat nasional maupun di dalam partai itu sendiri. Kekuasaan yang tidak terkontrol cenderung korup, dan nilai-nilai demokrasi tidak boleh hanya menjadi jargon belaka.
Peristiwa ini menjadi cermin bagi budaya politik Indonesia, di mana pelembagaan partai masih lemah dan figur sentral memiliki pengaruh yang sangat besar. Kisah Amien Rais, dari pahlawan reformasi hingga tokoh yang menghadapi konflik internal di partainya sendiri, memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga idealisme dan konsistensi dalam berpolitik.
Pada akhirnya, publik dapat belajar bahwa nilai-nilai demokrasi tidak boleh hanya menjadi jargon, tetapi harus dipraktikkan secara konsisten, baik di panggung nasional maupun di dalam partai itu sendiri. Seperti kata pepatah, "kuasa cenderung korup; kuasa absolut pasti korup".