Bea Cukai Perkuat Diplomasi Kepabeanan di Forum ASEAN Brunei Darussalam
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan komitmennya dalam memperkuat kerja sama kepabeanan di kawasan Asia Tenggara dengan berpartisipasi aktif dalam Pertemuan Direktur Jenderal (Dirjen) ASEAN ke-34. Acara penting ini berlangsung di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, dari tanggal 3 hingga 5 Juni 2025. Kehadiran DJBC dalam forum ini merupakan wujud nyata dari visi organisasi untuk menjadi institusi kepabeanan dan cukai yang terkemuka di dunia.
Budi Prasetiyo, Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat dan Penyuluhan Bea Cukai, menyampaikan bahwa keterlibatan aktif Bea Cukai dalam forum regional ini mencerminkan peran strategis Indonesia dalam hubungan internasional, khususnya di bidang kepabeanan. Partisipasi ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam menyelaraskan kebijakan nasional dengan agenda integrasi ekonomi ASEAN. Forum Dirjen ASEAN sendiri merupakan platform tahunan yang krusial dalam memajukan kerja sama kepabeanan di antara negara-negara anggota ASEAN. Tujuan utamanya adalah untuk mendukung integrasi ekonomi regional, mempercepat harmonisasi prosedur kepabeanan, mengantisipasi dinamika perdagangan global yang terus berubah, serta membangun kemitraan yang kuat dengan mitra dialog dan pelaku bisnis.
Pertemuan Dirjen ASEAN ke-34, yang dipimpin oleh Brunei Darussalam, membahas berbagai isu penting dan strategis, termasuk:
- Penguatan kerja sama kepabeanan regional
- Pengawasan kepabeanan
- Penetapan Strategic Plan on Customs Development (SPCD) untuk periode 2026-2030
SPCD ini akan menjadi panduan utama dalam mengimplementasikan agenda integrasi dan modernisasi kepabeanan di seluruh kawasan Asia Tenggara. Program kerja Bea Cukai ASEAN periode 2021-2025 telah mencapai kemajuan yang signifikan, dengan beberapa pencapaian penting, antara lain:
- Penyelesaian berbagai pedoman (guidelines)
- Implementasi ASEAN Single Window
- Pertukaran ASEAN Customs Declaration Document (ACDD)
- Harmonisasi ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN)
- Peningkatan pelaksanaan Authorized Economic Operator Mutual Recognition Arrangements (AEO MRAs)
- Pemutakhiran instrumen pemantauan, seperti ASEAN Customs Transit System (ACTS) Dashboard dan ACDD System
- Adopsi ketentuan World Trade Organization (WTO) Facilitation Agreement di seluruh sistem manifes otomatis
Dalam forum tersebut, Bea Cukai Indonesia tidak hanya berperan sebagai peserta, tetapi juga memberikan kontribusi yang signifikan dengan menyampaikan poin-poin strategis. Poin-poin tersebut meliputi:
- Dukungan terhadap integrasi ACDD dan peningkatan sistem ASEAN Single Window.
- Komitmen terhadap kolaborasi dalam memerangi perdagangan ilegal dan pencucian uang berbasis perdagangan.
- Dorongan untuk penguatan tata kelola kelembagaan dan standar kompetensi Bea Cukai di ASEAN.
- Dukungan terhadap pembangunan kapasitas sistem kepabeanan negara-negara anggota baru, termasuk Timor Leste.
Bea Cukai Indonesia juga mengapresiasi kemajuan ASEAN Single Window dan menekankan pentingnya kepastian hukum dan fleksibilitas dalam instrumen hukum, seperti MoU, SLAs, dan pengaturan sektor khusus, untuk mengakomodasi perbedaan sistem hukum nasional di antara negara-negara anggota ASEAN. Sebagai Chair of Customs Capacity Building Working Group (CCBWG), Indonesia menjelaskan alasan berakhirnya SPCD 13 terkait peningkatan kapasitas untuk Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam. Selain itu, Indonesia juga mengusulkan penambahan area kegiatan baru dalam rangka peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang komunikasi serta kesetaraan dan keberagaman gender. Indonesia juga memberikan apresiasi kepada Malaysia atas kesediaannya menyelenggarakan Joint Customs Middle Management Program (JCMMP) 2025 serta mendorong penyelesaian panduan Customs Reform Management (CRM) agar tepat waktu.