Sindikat Uang Palsu di UIN Alauddin Makassar Diduga Terkait Pilkada, Dana Disiapkan untuk Serangan Fajar

Skandal Uang Palsu UIN Alauddin Makassar: Dugaan Keterlibatan dalam Pilkada Mencuat

Kasus pemalsuan uang yang menggemparkan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar memasuki babak baru. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Sungguminasa, terungkap indikasi kuat bahwa sindikat ini memiliki keterkaitan dengan arena politik, khususnya dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Sulawesi Selatan.

Persidangan yang menghadirkan sejumlah saksi dan terdakwa, termasuk Kamarang Daeng Ati dan Irfandi (keduanya merupakan pegawai Bank BNI), mengungkap fakta bahwa dana palsu senilai Rp 1 Miliar disiapkan untuk membiayai serangan fajar. Serangan fajar adalah praktik politik uang yang dilakukan pada saat menjelang hari pemilihan, dengan tujuan mempengaruhi pilihan pemilih.

Mubin Nasir, seorang pegawai honorer di Kampus 2 UIN Alauddin yang juga berstatus terdakwa, memberikan keterangan yang memberatkan. Ia mengaku bahwa Irfandi menghubunginya untuk mempertemukan dengan Kamarang, yang kemudian membeli uang palsu senilai Rp 18 juta dengan harga Rp 8 juta uang asli. Proses transaksi ini bahkan diawali dengan pengujian uang palsu menggunakan sinar ultraviolet (UV) untuk memastikan kualitasnya.

"Saya dihubungi Irfandi bahwa ada calon pembeli. Setelah bertemu dan uang palsu tersebut lolos uji UV, Kamarang langsung setuju untuk membeli," ungkap Mubin di hadapan majelis hakim.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Basri Bacho mengkonfirmasi bahwa Mubin memiliki peran aktif dalam mencari tim pemenangan calon legislatif dan Pilkada yang bersedia membeli uang palsu untuk didistribusikan sebagai serangan fajar. Diduga kuat bahwa sindikat ini menargetkan tim-tim pemenangan yang memiliki anggaran besar dan bersedia menggunakan cara-cara ilegal untuk memenangkan kontestasi politik.

Mubin juga mengungkapkan bahwa Andi Ibrahim, Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, merupakan sosok yang menyiapkan uang palsu senilai Rp 1 miliar tersebut. Ia mengaku diperintahkan untuk menjualnya dengan harga Rp 500 juta, dengan target utama tim pemenangan Pilkada.

"Andi Ibrahim yang menyiapkan uang palsu 1 miliar. Tujuannya mencari tim pemenangan Pilkada, dengan harapan uang palsu tersebut dapat digunakan untuk serangan fajar," jelas Mubin lebih lanjut.

Kasus ini menyeret 15 orang terdakwa yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari Aparatur Sipil Negara (ASN), staf UIN, pegawai bank, hingga politisi lokal. Beberapa nama yang terlibat dalam jaringan ini antara lain:

  • Ambo Ala
  • Jhon Bliater Panjaitan
  • Muhammad Syahruna
  • Andi Ibrahim (Kepala Perpustakaan UIN)
  • Sattariah
  • Sukmawati (Guru PNS)
  • Andi Haeruddin (Pegawai Bank BRI)
  • Mubin Nasir (Honorer UIN)
  • Kamarang Daeng Ati
  • Irfandi (Pegawai Bank BNI)
  • Sri Wahyudi
  • Muhammad Manggabarani
  • Satriadi (ASN DPRD Sulbar)
  • Ilham
  • Annar Salahuddin Sampetoding

Sidang kasus ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dyan Martha Budhinugraeny, dengan hakim anggota Sihabudin dan Yeni. Sementara itu, JPU yang menangani perkara ini adalah Basri Bacho dan Aria Perkasa Utama.

Kasus ini terungkap pada Desember 2024 dan mengejutkan publik karena uang palsu diproduksi di Kampus 2 UIN Alauddin Makassar dengan menggunakan mesin canggih yang menghasilkan kualitas uang palsu yang sangat mirip dengan aslinya. Uang palsu tersebut bahkan mampu lolos dari mesin penghitung uang dan tidak terdeteksi oleh sinar X-ray, menunjukkan tingkat kecanggihan teknologi yang digunakan oleh sindikat ini.