TBS Energi Utama Tertekan Fluktuasi Harga Batu Bara, Pendapatan Kuartal I Anjlok

PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) mengalami penurunan kinerja pendapatan pada kuartal pertama tahun 2025. Laporan keuangan perusahaan menunjukkan penurunan sebesar 21%, dengan total pendapatan mencapai US$ 392,8 juta, setara dengan Rp 6,44 triliun (dengan asumsi kurs Rp 16.233). Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yang mencatatkan pendapatan sebesar US$ 496 juta.

Direktur TBS Energi Utama, Juli Oktarina, menjelaskan bahwa penurunan ini disebabkan oleh volatilitas harga komoditas batu bara yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Meskipun demikian, perusahaan berhasil mencatatkan peningkatan EBITDA (Laba Sebelum Bunga, Pajak, Depresiasi, dan Amortisasi) sebesar 7%, naik menjadi US$ 109,2 juta dari US$ 102,5 juta.

"TBS mencatatkan pendapatan sebesar US$ 392,8 juta, menurun 21% dibandingkan periode sebelumnya, disebabkan oleh fluktuasi harga batu bara. Namun, EBITDA yang disesuaikan meningkat 7% menjadi US$ 109,2 juta dibandingkan periode sebelumnya," ungkap Juli dalam paparan hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) TBS Energi Utama yang diselenggarakan secara virtual pada hari Jumat.

Selain penurunan pendapatan, TBS Energi Utama juga mencatat penurunan ekuitas sebesar 17%, turun menjadi US$ 359,6 juta dari US$ 432,9 juta pada kuartal pertama tahun 2024. Namun, terdapat peningkatan signifikan dalam kas dan setara kas perusahaan, naik 45% menjadi US$ 126,1 juta dari US$ 87,2 juta. Total aset perusahaan juga mengalami peningkatan sebesar 11%, mencapai US$ 1,04 miliar dari US$ 946 juta.

Dari sisi laba bersih, perusahaan masih mencatatkan kerugian yang disebabkan oleh divestasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Divestasi ini juga berdampak pada target pendapatan perusahaan untuk tahun 2025.

"Target pendapatan dan laba bersih TOBA pada tahun 2025 perlu kami sampaikan, karena adanya transaksi divestasi PLTU, perseroan akan mengalami kerugian secara akuntansi, yang angkanya akan dapat dilihat nanti. Tetapi ini hanya berupa kerugian akuntansi, sedangkan dari sisi arus kas perusahaan tetap membukukan keuntungan dari transaksi divestasi PLTU," jelas Juli.

Juli menjelaskan bahwa divestasi penuh kepemilikan TBS Energi Utama pada aset PLTU dilakukan dengan total kapasitas sebesar 200 MW. Aset yang didivestasi meliputi PLTU di PT Minahasa Cahaya Lestari dan PT Gorontalo Listrik Perdana dengan nilai sebesar US$ 403 juta. Tindakan ini sejalan dengan komitmen perusahaan untuk mengurangi emisi karbon.

Divestasi ini diperkirakan mengurangi 80% emisi karbon, setara dengan 1,3 juta ton CO2. TBS Energi Utama juga aktif dalam pengembangan bisnis berkelanjutan, termasuk pengoperasian pembangkit listrik mini hydro dengan kapasitas 6 MW. Perusahaan juga berencana mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 46 MWp pada tahun mendatang.

Dalam segmen kendaraan listrik (EV), TBS Energi Utama telah mengoperasikan 5.100 unit motor listrik melalui kerjasama dengan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Grab.

"TBS berkomitmen penuh untuk menjadi perusahaan yang berfokus pada keberlanjutan. Hal ini kami realisasikan dengan melakukan divestasi penuh kepemilikan TBS pada aset PLTU dengan total kapasitas 200 MW," pungkasnya.

Berikut adalah beberapa poin penting terkait kinerja dan strategi TBS Energi Utama:

  • Penurunan Pendapatan: Pendapatan kuartal I 2025 turun 21% akibat fluktuasi harga batu bara.
  • Peningkatan EBITDA: EBITDA meningkat 7% menjadi US$ 109,2 juta.
  • Divestasi PLTU: Divestasi aset PLTU mengurangi emisi karbon sebesar 80%.
  • Fokus Berkelanjutan: Pengembangan energi terbarukan melalui mini hydro dan PLTS.
  • Kemitraan EV: Mengoperasikan ribuan motor listrik melalui kerjasama dengan GOTO dan Grab.

TBS Energi Utama terus berupaya untuk beradaptasi dengan perubahan pasar dan fokus pada bisnis yang berkelanjutan untuk pertumbuhan jangka panjang.