Puluhan Juta Pasangan di Indonesia Terindikasi Menikah Tidak Tercatat, Kemenag Gagas Gerakan Nasional

Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia mengungkapkan fakta mengejutkan terkait status pernikahan di Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) tahun 2021, diperkirakan sebanyak 34,6 juta pasangan di seluruh Indonesia belum memiliki buku nikah. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan implikasi hukum dan sosial bagi pasangan tersebut, terutama bagi perempuan dan anak-anak.

Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag, Abu Rokhmad, menyampaikan keprihatinannya mengenai fenomena ini. Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (20/6/2025), ia menduga bahwa faktor ekonomi dan kurangnya pemahaman (literasi) menjadi penyebab utama banyaknya pasangan yang tidak mencatatkan pernikahan mereka secara resmi. Pernikahan yang tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) membuka celah kerentanan, khususnya bagi pihak perempuan dan anak-anak, terutama dalam hal hak-hak hukum dan perlindungan.

Dampak Pernikahan Tidak Tercatat

Abu Rokhmad menyoroti beberapa dampak negatif dari pernikahan yang tidak tercatat:

  • Kesulitan dalam Proses Perceraian: Pengadilan Agama tidak dapat memproses perceraian jika pernikahan tidak terdaftar secara resmi. Hal ini menyebabkan perempuan kesulitan untuk menuntut hak-haknya setelah perceraian.
  • Dampak pada Anak: Anak-anak yang lahir dari pernikahan tidak tercatat berpotensi mengalami kesulitan dalam pembuatan akta kelahiran. Akta kelahiran merupakan dokumen penting untuk mengakses berbagai layanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan.
  • Kerentanan Ekonomi dan Sosial: Tanpa bukti pernikahan yang sah, perempuan dan anak-anak rentan terhadap eksploitasi dan penelantaran.

Penurunan Angka Pernikahan Tercatat

Selain masalah pernikahan tidak tercatat, Kemenag juga menyoroti tren penurunan angka pernikahan yang tercatat setiap tahunnya. Pada tahun 2020, tercatat lebih dari 2 juta pernikahan. Namun, pada tahun 2024, angka ini menurun menjadi 1,47 juta. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa terdapat sekitar 66-70 juta orang dalam rentang usia 20-35 tahun (usia ideal untuk menikah). Artinya, terdapat kesenjangan yang signifikan antara jumlah orang yang berada pada usia menikah dengan jumlah pernikahan yang tercatat.

Gerakan Sadar Pencatatan Nikah

Merespon permasalahan ini, Kemenag akan meluncurkan Gerakan Sadar Pencatatan Nikah sebagai bagian dari perayaan 1 Muharam 1447 Hijriah. Acara ini akan diadakan di Car Free Day (CFD) Jakarta pada hari Minggu, 6 Juli 2025, dan akan melibatkan tokoh publik Habib Jafar Al Hadar. Tujuan utama dari gerakan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mencatatkan pernikahan secara resmi. Kemenag berharap dengan pencatatan pernikahan, keluarga dapat lebih terlindungi dan hak-hak perempuan serta anak-anak dapat terjamin.

"Kita semua tahu kalau terjadi perceraian, maka yang akan menanggung semuanya istri atau mantan istri, dan terutama anak-anak. Maka kita berupaya bagaimana menjaga keluarga utuh, sakinah, mawadah, dan warrahmah,” pungkas Abu Rokhmad.