Pembatasan Muatan Picu Lonjakan Harga Sayuran di Bandung Barat, Sopir Truk Angkat Bicara

Kabupaten Bandung Barat (KBB) di Jawa Barat merasakan dampak dari implementasi aturan pembatasan muatan angkutan barang atau over dimension and over load (ODOL). Harga sejumlah komoditas sayuran di pasar-pasar tradisional melonjak signifikan akibat terhambatnya distribusi.

Para pedagang di Pasar Tagog Padalarang seperti Rivo, merasakan langsung dampak kenaikan harga. Tomat, bawang merah, cabai, dan sayuran lainnya mengalami kenaikan harga sejak dua hari terakhir. Pembatasan muatan telah mengganggu pengiriman hasil panen dari petani ke pasar induk, termasuk Pasar Induk Caringin di Kota Bandung.

"Dulu truk bisa bawa banyak, sekarang muatannya dikurangi setengahnya," keluh Rivo. Situasi ini menyebabkan hasil panen petani menumpuk di wilayah hulu karena tidak bisa diangkut, sementara di wilayah hilir terjadi kelangkaan barang, yang pada akhirnya mendorong kenaikan harga.

Triadi, pedagang sayuran lainnya, menambahkan bahwa ia terpaksa menjual sisa barang dengan harga tinggi karena harga dari pemasok sudah naik. "Tomat yang biasanya Rp 15.000 per kilogram, sekarang bisa sampai Rp 30.000," ujarnya.

Kenaikan harga ini tidak hanya terbatas pada tomat, tetapi juga meluas ke bawang merah, cabai, dan berbagai jenis sayuran lainnya yang didatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kenaikan ini dipicu oleh pembatasan muatan truk yang berdampak pada ongkos operasional jasa angkutan.

Juleha, seorang pedagang ayam potong, juga merasakan dampak negatif dari aturan ODOL. Harga ayam naik dari Rp 30.000 menjadi Rp 34.000 per ekor, meskipun ayam berasal dari peternak lokal di Jawa Barat. Hal ini disebabkan pengangkutan ayam tetap menggunakan truk yang terkena dampak aturan ODOL.

Kenaikan biaya operasional dan pembatasan komoditas yang diangkut membuat keuntungan para pedagang semakin menipis.

Tuntutan Sopir Truk

Ilpan Saputra (28), seorang sopir truk, mengungkapkan kekesalannya terhadap aturan yang ia anggap tidak adil. Ia mendesak pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

"Kami minta pemerintah segera merevisi UU LLAJ. Ini peraturan tidak adil. Muat kapas ringan tapi dimensinya tinggi kena tindakan. Muat pasir berat dimensinya tidak terlihat tidak terdeteksi," jelas Ilpan saat ditemui di simpang Padalarang.

Ilpan juga menambahkan bahwa sopir truk seringkali harus menanggung biaya operasional pengangkutan barang dari kantong pribadi. Ia bersama sopir truk lainnya bertekad untuk terus melakukan aksi sampai tuntutan mereka dipenuhi.

"Kami akan terus aksi sampai tuntutan ini dipenuhi. Ini bentuk keseriusan kami dan solidaritas dengan seluruh sopir se-Indonesia," tegas Ilpan.