Kejaksaan Agung Pertimbangkan Banding atas Vonis 16 Tahun Mantan Pejabat MA, Zarof Ricar, dalam Kasus Gratifikasi

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan masih mempertimbangkan langkah banding terkait vonis 16 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), dalam kasus pemufakatan jahat dan gratifikasi. Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

"Saat ini, jaksa penuntut umum masih menggunakan hak pikir-pikir. Dalam jangka waktu tujuh hari ini, mereka akan mempertimbangkan langkah selanjutnya," ujar Harli Siregar.

Kejaksaan Agung kini tengah mempelajari secara seksama pertimbangan-pertimbangan hukum yang mendasari putusan hakim terhadap Zarof Ricar. Hasil kajian ini akan menjadi dasar pengambilan keputusan apakah akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut. Menurut Harli, keputusan final akan diambil setelah berkonsultasi dengan pimpinan Kejaksaan Agung.

Zarof Ricar dinyatakan bersalah melakukan permufakatan jahat dan menerima gratifikasi terkait kasus kematian Dini Sera Afrianti. Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan kepada Zarof Ricar. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yang menuntut hukuman 18 tahun penjara.

Majelis hakim menyatakan Zarof Ricar terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Hakim juga mengungkapkan kekecewaannya atas perbuatan Zarof Ricar yang dianggap telah menciderai nama baik Mahkamah Agung dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.

"Perbuatan terdakwa menunjukkan sifat serakah karena di masa purna bakti masih melakukan tindak pidana, padahal telah memiliki banyak harta benda," ungkap hakim dengan nada emosional saat membacakan vonis.

Kasus yang menjerat Zarof Ricar bermula dari keterlibatannya dalam upaya mempengaruhi putusan perkara di Mahkamah Agung. Ia diduga menerima suap dan gratifikasi untuk memuluskan kepentingan pihak-pihak tertentu. Jaksa penuntut umum mendakwa Zarof Ricar telah menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total mencapai miliaran rupiah. Uang haram tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan memperkaya diri sendiri.

Vonis terhadap Zarof Ricar ini menambah daftar panjang kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. Kasus ini menjadi tamparan keras bagi citra lembaga peradilan dan menjadi momentum untuk melakukan pembenahan internal secara menyeluruh. Masyarakat berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi seluruh aparat penegak hukum untuk tidak menyalahgunakan kekuasaan dan jabatan yang diamanahkan.