Eks Pejabat MA, Zarof Ricar, Dihukum 16 Tahun Penjara Atas Kasus Gratifikasi dan Permufakatan Jahat
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 16 tahun penjara kepada Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), atas keterlibatannya dalam kasus permufakatan jahat dan penerimaan gratifikasi. Vonis ini dibacakan pada hari Rabu (18/6) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas putusan tersebut. Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa pihaknya memiliki waktu tujuh hari untuk mempelajari lebih lanjut pertimbangan hakim sebelum mengambil keputusan final.
"Saat ini jaksa penuntut umum masih menggunakan hak pikir-pikirnya. Dalam masa waktu 7 hari ini, jaksa penuntut umum akan menggunakan hak pikir-pikirnya," ujar Harli Siregar kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (20/6/2025).
Lebih lanjut, Harli menambahkan bahwa JPU akan berkonsultasi dengan pimpinan Kejagung untuk menentukan langkah selanjutnya, apakah menerima putusan atau mengajukan upaya hukum banding.
Vonis terhadap Zarof Ricar berkaitan dengan keterlibatannya dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti, di mana ia terbukti melakukan permufakatan jahat dan menerima gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
"Mengadili, menyatakan Terdakwa Zarof Ricar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana permufakatan jahat dan menerima gratifikasi," tegas ketua majelis hakim Rosihan Juhriah Rangkuti saat membacakan amar putusan.
Selain hukuman penjara, Zarof Ricar juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Majelis hakim menyatakan Zarof terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU Tipikor.
Dalam persidangan, hakim menyampaikan rasa kecewa dan kesedihan atas perbuatan Zarof Ricar yang dinilai mencoreng nama baik Mahkamah Agung dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan.
"Perbuatan Terdakwa menunjukkan sifat serakah karena di masa purna bakti masih melakukan tindak pidana, padahal telah memiliki banyak harta benda," ucap hakim dengan suara tercekat.
Perbuatan Zarof juga dinilai telah mencederai nama baik MA dan menghilangkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Rincian Dakwaan dan Pertimbangan Hukum
Kasus yang menjerat Zarof Ricar bermula dari pengembangan penyidikan terkait dugaan suap dalam penanganan perkara di Mahkamah Agung. Jaksa menemukan bukti kuat adanya permufakatan jahat dan gratifikasi yang dilakukan Zarof untuk mempengaruhi putusan pengadilan.
Selama persidangan, terungkap bahwa Zarof Ricar, meskipun telah pensiun, masih aktif melakukan praktik-praktik yang merugikan negara dan merusak citra lembaga peradilan. Hakim juga menyoroti fakta bahwa Zarof telah memiliki banyak harta, namun tetap melakukan tindak pidana korupsi.
Reaksi Masyarakat dan Dampak Terhadap Citra MA
Vonis terhadap Zarof Ricar menjadi sorotan publik dan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi lainnya. Kasus ini juga menjadi momentum bagi Mahkamah Agung untuk melakukan pembenahan internal dan meningkatkan pengawasan terhadap para hakim dan pejabatnya.
Masyarakat berharap agar kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga dan mendorong terciptanya sistem peradilan yang bersih, transparan, dan akuntabel.