Minimnya Pemahaman Industri Hijau Hambat Implementasi di Jawa Timur
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Timur mengungkapkan bahwa mayoritas pelaku industri di wilayah tersebut belum sepenuhnya memahami konsep industri hijau. Hal ini menjadi tantangan dalam upaya implementasi praktik berkelanjutan di sektor industri.
Menurut Ira Yuni Pantiwardhani, Pembina Industri Ahli Muda Bidang Pemberdayaan Industri Disperindag Jatim, sosialisasi mengenai industri hijau secara rutin dilakukan setiap tahun, dengan melibatkan sekitar 80 pelaku industri. Namun, ironisnya, hanya sekitar 20 persen dari peserta yang benar-benar memahami esensi dari konsep tersebut.
Disperindag Jatim berupaya memperkuat Forum Industri Hijau sebagai wadah kolaborasi antara pemerintah, lembaga terkait, akademisi, dan lembaga sertifikasi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai industri hijau, serta mendorong dekarbonisasi di sektor industri.
Industri hijau menekankan pentingnya efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan selama proses produksi. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti emisi dan limbah. Penggunaan bahan baku dan proses produksi yang ramah lingkungan menjadi prioritas utama.
Data menunjukkan bahwa pada tahun 2023, terdapat 11 industri di Jawa Timur yang telah memperoleh sertifikasi industri hijau. Jumlah ini meningkat menjadi 15 industri pada tahun 2024. Secara keseluruhan, terdapat 354 industri besar dan menengah di Jawa Timur yang telah memenuhi standar industri hijau.
Namun, sertifikasi industri hijau untuk Industri Kecil Menengah (IKM) masih sangat minim. Dalam setahun terakhir, Disperindag Jatim hanya menerbitkan sertifikasi untuk dua IKM, yaitu industri batik. Banyak pelaku IKM yang masih memahami konsep industri hijau sebatas pada kegiatan reboisasi.
Selain sosialisasi, Disperindag Jatim juga aktif mengadakan Bimbingan Teknis (Bimtek) untuk memberikan pendampingan kepada industri dalam memenuhi aspek teknis dan manajemen terkait industri hijau. Fasilitasi sertifikasi dan kampanye industri hijau juga menjadi bagian dari upaya tersebut. Namun, roadmap industri hijau belum tersusun.
Tantangan dalam penerapan industri hijau tidak hanya terletak pada komitmen yang tinggi, tetapi juga pada biaya yang tidak sedikit. Saat ini, belum ada insentif fiskal dari pemerintah provinsi maupun kementerian untuk mendukung pelaku industri dalam menerapkan praktik industri hijau. Dukungan yang ada masih terbatas pada daya dukung produk terhadap proyek-proyek pemerintah.
Salah satu contoh industri besar di Jawa Timur yang telah berhasil menerapkan industri hijau adalah PT. Sinar Karya Duta Abadi (Arwana), perusahaan keramik yang terdaftar di bursa. Perusahaan ini melakukan transisi menuju industri hijau berkat dorongan dari pasar dan investor.
Arwana menggunakan teknologi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi dampak lingkungan. Perusahaan secara rutin melakukan studi banding ke negara lain untuk mendapatkan akses ke teknologi yang lebih ramah lingkungan dan hemat energi.
Salah satu investasi yang dilakukan Arwana adalah mesin horizontal dryer single layer, yang memiliki kapasitas produksi lebih tinggi dibandingkan mesin sebelumnya. Selain itu, Arwana lebih banyak mengandalkan energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan menggunakan air hujan sebagai sumber air utama. Limbah produksi juga didaur ulang sepenuhnya.
Arwana berharap pemerintah dapat memberikan dukungan lebih lanjut kepada industri yang telah menerapkan industri hijau. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan lembaga seperti Institute for Essential Services Reform (IESR) sangat penting dalam mewujudkan industri hijau di Jawa Timur.
IESR juga mendorong jurnalis di Jawa Timur untuk meningkatkan pemberitaan mengenai dekarbonisasi industri, sebagai bagian dari upaya untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.