Rekonstruksi Kasus Eksploitasi Seksual Anak di Mataram: Polisi Gunakan Boneka Doraemon sebagai Pengganti Korban

Penyidik Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar rekonstruksi kasus dugaan eksploitasi seksual anak di dua hotel berbeda di kawasan Cakranegara, Kota Mataram, pada Jumat (20/6/2025). Rekonstruksi ini dilakukan untuk mengungkap secara detail kronologi kejadian yang melibatkan seorang anak perempuan berusia 13 tahun yang diduga menjadi korban oleh kakak kandungnya sendiri.

Rekonstruksi pertama berlangsung di sebuah hotel bintang empat, dimulai pada pukul 09.00 WITA. Selanjutnya, tim penyidik melanjutkan rekonstruksi di hotel bintang tiga di wilayah yang sama. Di hotel kedua ini, penyidik fokus pada dua kamar, yaitu kamar nomor 3 dan nomor 4, yang diduga menjadi lokasi kejadian perkara. Kasubdit IV Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, memastikan bahwa rekonstruksi telah dilakukan di dua lokasi berbeda dengan total tiga tempat kejadian perkara (TKP).

Dalam proses rekonstruksi, polisi menghadirkan dua tersangka, yaitu ES alias M (22), yang merupakan kakak kandung korban, dan MAA alias A (51), seorang pengusaha yang berdomisili di Kota Mataram. Rekonstruksi berlangsung selama lebih dari lima jam. Menariknya, tim penyidik terlihat membawa boneka Doraemon ke dalam kedua hotel. Boneka tersebut digunakan sebagai alat peraga untuk menggantikan peran korban dalam beberapa adegan rekonstruksi.

Menurut Kepala Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, korban tidak dihadirkan secara langsung dalam rekonstruksi karena masih di bawah umur dan saat ini berada di rumah aman Dinas Sosial. Penggunaan boneka Doraemon dianggap sebagai solusi yang tepat untuk menghindari trauma lebih lanjut pada korban. Joko juga menambahkan bahwa secara substantif, unsur tindak pidana dalam kasus ini tetap sama meskipun ada beberapa perbedaan minor dalam rekonstruksi. Perbedaan-perbedaan kecil tersebut tidak mempengaruhi unsur utama, yaitu persetubuhan anak, yang sudah terkonfirmasi.

Proses rekonstruksi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk tim penyidik Subdit IV Ditreskrimum Polda NTB, Jatanras, tim Inafis, tim jaksa Kejati NTB, kedua tersangka (ES dan MAA), tim penasehat hukum tersangka, tim LPA Kota Mataram sebagai pendamping anak korban, serta sahabat saksi dan korban (SSK). Kasus ini bermula ketika Polda NTB menetapkan ES dan MAA sebagai tersangka terkait tindak pidana eksploitasi seksual terhadap anak. ES diduga berperan mengarahkan korban ke hotel dan mempertemukannya dengan MAA, yang diduga sebagai pemesan. Modus yang digunakan ES adalah dengan menjanjikan handphone kepada adiknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Akibat kejadian ini, korban yang masih berusia 13 tahun diduga menjadi korban open BO hingga akhirnya hamil dan melahirkan.