Sikap SBY terhadap UU TNI yang Baru: Mengapresiasi Reformasi, Waspadai Potensi Pasal Karet

Mantan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), memberikan pandangannya terkait Undang-Undang (UU) TNI yang baru disahkan. Dalam sebuah diskusi yang diunggah di kanal YouTube Gita Wirjawan, SBY mengungkapkan bahwa dirinya telah mempelajari draf revisi UU TNI saat masih dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

SBY mengakui bahwa dirinya dihubungi oleh timnya untuk memberikan masukan terkait revisi UU TNI. Sebagai seorang tokoh yang pernah memimpin negara dan terlibat aktif dalam proses reformasi, SBY merasa bertanggung jawab untuk memberikan pandangan yang konstruktif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem ketatanegaraan, termasuk yang berkaitan dengan TNI.

Setelah mempelajari draf revisi UU TNI, SBY menyatakan bahwa sekitar 80 persen isinya tidak mengindikasikan adanya potensi kembalinya dwifungsi ABRI. Baginya, hal ini merupakan sebuah kemajuan yang patut diapresiasi. Dwifungsi ABRI, yang memberikan peran ganda kepada militer dalam bidang sosial-politik, telah menjadi bagian kelam dalam sejarah Indonesia dan menjadi salah satu fokus utama reformasi di era pasca-Soeharto. SBY merasa lega bahwa UU TNI yang baru tidak membuka celah bagi kembalinya praktik tersebut.

"Saya lihat drafnya, kalau draf seperti ini, 80 persen saya tenang, saya senang, karena tidak ada satu pun jalan menuju ke dwifungsi ABRI lagi. Tidak ada jalan ke fungsi sospol dan kekaryaan lagi," ujar SBY, menekankan pentingnya menjaga agar TNI tetap fokus pada tugas pokoknya sebagai penjaga kedaulatan negara dan keamanan nasional.

Namun, SBY juga menyoroti adanya beberapa pasal dalam draf revisi UU TNI yang dianggapnya berpotensi menjadi "pasal karet" atau pasal yang multitafsir dan dapat disalahgunakan. Pasal-pasal semacam ini, menurut SBY, dapat menjadi celah bagi penyimpangan dan berpotensi merugikan TNI serta masyarakat secara luas. Ia pun menyarankan kepada Fraksi Partai Demokrat di DPR untuk mengambil sikap tegas terhadap pasal-pasal yang dianggapnya bermasalah tersebut.

SBY menekankan bahwa Fraksi Partai Demokrat memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga agar UU TNI yang baru benar-benar sesuai dengan semangat reformasi dan tidak membuka ruang bagi kembalinya praktik-praktik yang merugikan demokrasi. Ia mengingatkan agar Fraksi Partai Demokrat tidak mencoreng namanya sebagai salah satu tokoh yang berkontribusi terhadap reformasi di Indonesia.

Tidak hanya itu, SBY juga mengungkapkan bahwa dirinya telah berkoordinasi dengan Presiden RI Prabowo Subianto mengenai potensi adanya pasal karet dalam UU TNI. Ia menyampaikan pandangannya kepada Presiden Prabowo dan merasa bersyukur karena Presiden memiliki pemikiran yang sejalan dengannya. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan visi antara SBY dan Prabowo dalam menjaga agar TNI tetap profesional dan tidak terlibat dalam politik praktis.

SBY menjelaskan bahwa dirinya sengaja tidak memberikan komentar di awal proses pembahasan UU TNI karena ingin mempelajari secara seksama arah perubahan yang diinginkan. Ia ingin memastikan bahwa perubahan tersebut benar-benar bertujuan untuk memperkuat TNI dan tidak memiliki agenda tersembunyi. SBY menyadari bahwa komentarnya sebagai mantan presiden akan memiliki dampak yang signifikan, sehingga ia berhati-hati agar tidak memberikan pernyataan yang salah atau menyesatkan.

Berikut poin penting yang menjadi perhatian SBY:

  • Apresiasi terhadap Reformasi: SBY mengapresiasi bahwa 80 persen dari draf UU TNI tidak mengarah pada kembalinya dwifungsi ABRI.
  • Kewaspadaan terhadap Pasal Karet: SBY menyoroti adanya pasal-pasal yang berpotensi menjadi "pasal karet" dan meminta Fraksi Demokrat untuk bersikap tegas.
  • Koordinasi dengan Presiden: SBY telah berkoordinasi dengan Presiden Prabowo Subianto mengenai potensi pasal karet tersebut.
  • Kehati-hatian dalam Berkomentar: SBY sengaja tidak berkomentar di awal karena ingin mempelajari arah perubahan UU TNI secara seksama.