Indonesia Targetkan Operasikan PLTN Pertama pada Tahun 2032: Fokus Sumatera dan Kalimantan

Pemerintah Indonesia memiliki ambisi besar untuk memperkuat ketahanan energi nasional melalui diversifikasi sumber energi. Salah satu langkah strategis yang tengah dipersiapkan adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Rencananya, pembangunan PLTN pertama di Indonesia akan dimulai pada tahun 2027 dan ditargetkan rampung pada tahun 2032.

Lokasi pembangunan PLTN telah ditetapkan, yaitu di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) Tahun 2025-2034, proyek PLTN ini akan memiliki kapasitas total 500 megawatt (MW). Distribusinya adalah 250 MW untuk Sumatera dan 250 MW untuk Kalimantan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini tengah melakukan persiapan intensif untuk merealisasikan proyek ambisius ini. Persiapan mencakup jaminan pasokan energi untuk PLTN dan pemilihan teknologi yang tepat.

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, mengungkapkan bahwa Kementerian ESDM sedang menyusun regulasi terkait pengolahan bahan radioaktif uranium di Kalimantan Barat. Uranium ini akan dimanfaatkan sebagai sumber energi primer untuk PLTN. Data dari Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kalimantan Barat menunjukkan bahwa potensi uranium di Kabupaten Melawi mencapai sekitar 24.112 ton. "Saat ini, kami sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP). Diharapkan PP ini dapat diimplementasikan untuk pemurnian dan pengolahan bahan radioaktif agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi," ujar Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, pada Jumat (20/6/2025).

Selain itu, pemerintah juga tengah menata perizinan penambangan uranium yang masuk dalam wilayah usaha radioaktif. Penataan ini bertujuan untuk memastikan aspek lingkungan tetap terjaga. Dalam proses ini, pemerintah akan melibatkan berbagai pihak, termasuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).

"Kami juga memperhatikan aspek lingkungan. Penataan yang kami lakukan berfokus pada pemurnian dan pengolahan," jelasnya.

Pemerintah Indonesia juga membuka peluang kerja sama dengan negara lain terkait teknologi pengembangan PLTN. Saat ini, teknologi dari Rusia dan China menjadi kandidat kuat. Kedua negara tersebut menawarkan teknologi Small Modular Reactor (SMR) yang sebelumnya telah dipelajari oleh pemerintah Indonesia.

"Untuk teknologi yang ditawarkan, ada dari China dan Rusia. Ini mungkin hasil dari kunjungan Menteri ESDM baru-baru ini. Kita tunggu penjelasan lebih lanjut dari beliau," kata Yuliot.

Meski demikian, Yuliot belum dapat memastikan teknologi dari negara mana yang akan dipilih. Pemerintah masih melakukan kajian mendalam dengan mempertimbangkan sejumlah faktor, termasuk tingkat kandungan lokal atau Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

"Kami mempertimbangkan teknologi terlebih dahulu. Jika teknologinya sesuai dan memenuhi persyaratan TKDN, yang kami targetkan sekitar 40%," pungkasnya.