Presiden Prabowo Usung Ekonomi Jalan Tengah, Padukan Unsur Terbaik Kapitalisme dan Sosialisme
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan visinya mengenai arah kebijakan ekonomi Indonesia di forum internasional. Dalam pidatonya di The 28th St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF 2025), Prabowo dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia tidak akan mengadopsi sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis secara murni.
Menurut Prabowo, kedua sistem tersebut memiliki kekurangan yang mendasar. Sosialisme murni dinilai dapat menghilangkan insentif bagi masyarakat untuk bekerja keras dan berinovasi. Sementara itu, kapitalisme murni berpotensi menciptakan ketimpangan ekonomi yang besar, di mana hanya sebagian kecil masyarakat yang menikmati kekayaan.
Sebagai alternatif, Prabowo mengusulkan sebuah pendekatan jalan tengah, yang menggabungkan unsur-unsur terbaik dari kedua sistem tersebut. Ia menekankan pentingnya mengambil semangat inovasi dan efisiensi dari kapitalisme, namun tetap dengan peran aktif negara dalam mengatasi kesenjangan sosial dan memastikan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
"Saya telah memilih jalan kompromi, jalan sosialisme dan kapitalisme yang terbaik. Sosialisme murni, seperti yang telah kita lihat, tidak berhasil. Itu utopia," ujar Prabowo.
Prabowo menyoroti perlunya intervensi pemerintah dalam perekonomian, terutama dalam mengentaskan kemiskinan, mengurangi kelaparan, dan melindungi kelompok-kelompok rentan. Ia juga mengingatkan akan bahaya kolusi antara pemodal besar, pejabat pemerintah, dan elite politik, yang dapat menghambat upaya pemerataan kesejahteraan.
"Karena ada bahaya di negara-negara berkembang seperti Indonesia dari apa yang kita anggap sebagai bahaya penguasaan negara," tuturnya.
Presiden Prabowo menekankan bahwa filosofi ekonomi Indonesia harus berorientasi pada manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat. Pemerintah harus bekerja secara bersih dan bebas dari korupsi untuk mencapai tujuan tersebut.
Lebih lanjut, Prabowo menyinggung pentingnya menyesuaikan model ekonomi dengan karakter dan budaya masing-masing negara. Ia menyatakan bahwa Indonesia harus percaya pada model ekonominya sendiri, dan tidak meniru secara mentah-mentah model negara lain.
"Ya, (tumbuh secara total) 35 persen dalam tujuh tahun, tetapi kita belum berhasil mencapai apa yang disebut efek tetesan ke bawah. (Yang mana) Kekayaan tetap dikuasai orang-orang kalangan atas, (yang jumlahnya) kurang dari 1 persen," ungkap Prabowo.
Dengan demikian, Prabowo menawarkan sebuah visi ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, yang menggabungkan keunggulan pasar dengan peran aktif negara dalam melindungi dan memberdayakan seluruh lapisan masyarakat.