Paradoks Demo Sopir Truk ODOL: Antara Kerugian Pribadi dan Tuntutan Regulasi Ongkos Kirim
Fenomena demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah sopir truk terkait penindakan terhadap truk over dimension and overloading (ODOL) menimbulkan pertanyaan. Secara logika, truk ODOL membawa dampak negatif bagi para sopir, mulai dari peningkatan biaya operasional hingga risiko kecelakaan yang lebih tinggi. Namun, mengapa mereka justru melakukan aksi protes terhadap program Zero ODOL yang digencarkan pemerintah?
Persoalan ini ternyata tidak sesederhana yang terlihat. Farid Hidayah, seorang anggota Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT), menjelaskan bahwa aksi ini bukanlah bentuk penolakan terhadap konsep Zero ODOL itu sendiri. Para sopir sebenarnya menyadari manfaat dari regulasi tersebut, seperti muatan yang lebih ringan, risiko kerusakan ban yang berkurang, dan perjalanan yang lebih aman. Akar masalahnya terletak pada implementasi aturan yang dianggap terburu-buru dan tidak diiringi dengan solusi yang komprehensif.
Para sopir menuntut adanya pengendalian dan regulasi yang jelas terkait tarif ongkos kirim barang. Mereka berpendapat bahwa ketidaksesuaian tarif inilah yang menjadi penyebab utama praktik ODOL masih marak terjadi. Jika tarif ongkos kirim tidak memadai, sopir terpaksa membawa muatan berlebih demi menutupi biaya operasional dan mendapatkan keuntungan yang layak.
Berikut adalah poin-poin tuntutan yang disuarakan para sopir:
- Regulasi Tarif Ongkos Kirim: Pemerintah perlu menetapkan standar tarif ongkos kirim yang adil dan sesuai dengan kondisi operasional truk.
- Kajian Mendalam: Implementasi Zero ODOL harus didahului dengan kajian yang komprehensif, melibatkan semua pihak terkait, termasuk sopir, pengusaha, dan konsumen.
- Sosialisasi yang Efektif: Pemerintah perlu memberikan sosialisasi yang jelas dan menyeluruh mengenai aturan Zero ODOL, termasuk dampak dan solusinya.
- Penegakan Hukum yang Adil: Penindakan terhadap truk ODOL harus dilakukan secara adil dan tidak diskriminatif, serta memberikan kesempatan bagi sopir untuk menyesuaikan diri dengan aturan baru.
Para sopir berharap, melalui aksi demonstrasi ini, suara mereka dapat didengar oleh Kementerian Perhubungan, Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan, serta DPR RI. Mereka berharap agar regulasi terkait ODOL dapat dikaji ulang dan disempurnakan, sehingga tidak memberatkan sopir dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat secara luas. Intinya, para sopir tidak menolak Zero ODOL, tetapi mereka menginginkan solusi yang berimbang dan berkelanjutan, terutama terkait dengan tarif ongkos kirim yang selama ini menjadi masalah utama.