Komisi III DPR Soroti Putusan Kontroversial Kasus Hak Cipta Agnez Mo, Minta Bawas MA Bertindak
Polemik putusan pengadilan terkait kasus hak cipta yang melibatkan penyanyi Agnez Mo dan pencipta lagu Ari Bias terus bergulir. Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, secara terbuka menyatakan keprihatinannya atas putusan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dalam perkara nomor 92/PDT.SUS-HKI/CIPTA/2024/PN Niaga JKT.PST. Menurutnya, putusan yang mewajibkan Agnez Mo membayar ganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar atas penggunaan lagu "Bilang Saja" dalam tiga konser komersial, dinilai tidak selaras dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
"Kami memandang bahwa putusan ini berpotensi melanggar Undang-Undang Hak Cipta," tegas Habiburokhman. "Oleh karena itu, Komisi III DPR telah meminta Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) untuk menindaklanjuti laporan yang kami terima." Habiburokhman menekankan bahwa langkah ini bukan merupakan bentuk intervensi terhadap independensi pengadilan, melainkan respons terhadap indikasi ketidaksesuaian putusan dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kritik terhadap putusan ini juga datang dari Koalisi Advokat Pemantau Peradilan, yang menyampaikan aspirasinya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR. Koalisi berpendapat bahwa hakim telah keliru dalam menerapkan Undang-Undang Hak Cipta, khususnya terkait mekanisme pembayaran royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Undang-Undang Hak Cipta mengatur bahwa pengguna karya cipta, termasuk lagu, tidak wajib meminta izin langsung kepada pencipta jika telah membayar royalti melalui LMK yang berwenang. Sistem ini bertujuan untuk mempermudah proses perizinan dan memastikan hak-hak pencipta tetap terlindungi.
Dalam RDPU tersebut, Habiburokhman menegaskan komitmen Komisi III DPR untuk mengawal kasus ini hingga tuntas. Ia secara resmi menyampaikan laporan dari Koalisi Advokat Pemantau Peradilan kepada Bawas MA untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
"Komisi III DPR meminta kepada Bawas MA untuk menindaklanjuti laporan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memeriksa dan mengadili perkara ini," ujarnya.
Lebih lanjut Habiburokhman menyatakan, "Kami menduga pemeriksaan dan putusannya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku".
Dalam kesempatan terpisah, perwakilan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM, Bawas MA, serta musisi Tantri Kotak turut hadir dalam jumpa pers untuk memberikan keterangan terkait isu ini.
Kasus ini menyoroti kompleksitas permasalahan hak cipta di industri musik Indonesia dan perlunya pemahaman yang komprehensif terhadap Undang-Undang Hak Cipta di kalangan aparat penegak hukum. Putusan yang kontroversial ini diharapkan menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang hak cipta, serta mendorong penerapan hukum yang lebih adil dan transparan.