Eks Presiden Duterte Dihadapkan ke ICC: Reaksi Internasional atas Penangkapan dan Persidangan di Den Haag
Eks Presiden Duterte Dihadapkan ke ICC: Reaksi Internasional atas Penangkapan dan Persidangan di Den Haag
Rodrigo Duterte, mantan Presiden Filipina, telah tiba di Den Haag, Belanda, untuk menghadapi dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Penangkapannya di Manila, menyusul diterbitkannya surat perintah penangkapan oleh ICC pada Selasa, 11 Maret 2025, telah memicu reaksi beragam di dalam dan luar negeri. Proses hukum ini berpusat pada kebijakan perang narkoba Duterte yang kontroversial, yang mengakibatkan tewasnya puluhan ribu orang, sebagian besar berasal dari kalangan masyarakat miskin tanpa bukti kuat keterlibatan mereka dalam peredaran narkoba.
Perjalanan Duterte ke Den Haag diawali dengan keberangkatannya dari Manila. Konfirmasi keberangkatan disampaikan oleh Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. dalam jumpa pers pada hari sebelumnya. Marcos menyatakan bahwa Duterte akan menghadapi dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait kebijakan perang terhadap narkoba yang diterapkan selama masa jabatannya. Laporan koresponden AFP menyebutkan kedatangan Duterte di Dubai pada Rabu, 12 Maret 2025, sebelum melanjutkan perjalanan ke Belanda. Keberadaan Duterte di Den Haag menandai babak baru dalam kasus ini, di mana ICC akan memulai proses persidangan setelah mantan presiden tersebut berada dalam tahanan pengadilan. Sidang awal akan digelar setelah Duterte resmi ditahan oleh otoritas ICC.
Reaksi terhadap penangkapan Duterte sangat beragam. Di Filipina, pendukung Duterte mengecam penangkapan ini sebagai pelanggaran hukum. Sebaliknya, kelompok hak asasi manusia (HAM) menyambut baik langkah ICC sebagai bentuk akuntabilitas atas pelanggaran HAM yang terjadi selama pemerintahan Duterte. Rubilyn Litao, koordinator Rise Up for Life and for Rights, menyatakan bahwa para ibu yang kehilangan suami dan anak-anaknya akibat perang narkoba merasa lega atas penangkapan ini. Senada dengan itu, kelompok HAM Karapatan dan Human Rights Watch juga menilai penangkapan Duterte sebagai langkah yang sudah lama dinantikan dan penting untuk penegakan hukum dan keadilan di Filipina.
Di kancah internasional, reaksi juga terbagi. China, misalnya, mengungkapkan keprihatinannya dan memperingatkan ICC agar tidak bersikap politis dan menghindari penerapan standar ganda dalam kasus ini. Beijing menyatakan akan terus memantau perkembangan kasus tersebut. Sementara itu, putri Duterte, Sara Duterte, yang kini menjabat sebagai wakil presiden Filipina, mengecam keras penangkapan ayahnya dan menyebutnya sebagai penindasan dan penganiayaan. Ia tegas menyatakan bahwa tindakan tersebut bukanlah bentuk keadilan. Sebelumnya, Duterte sendiri sempat optimis bahwa Mahkamah Agung Filipina akan mencegah ekstradisinya ke ICC, namun harapan tersebut sirna.
Proses hukum yang dihadapi Duterte di ICC akan menjadi sorotan dunia internasional. Kasus ini bukan hanya tentang pertanggungjawaban mantan pemimpin negara atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan, tetapi juga tentang penegakan hukum internasional dan akuntabilitas pemimpin dunia atas tindakan yang melanggar HAM. Bagaimana ICC akan memproses kasus ini dan apa putusan yang akan dihasilkan akan sangat berpengaruh bagi masa depan penegakan hukum internasional dan keadilan transisional.
Daftar reaksi terhadap penangkapan Duterte:
- Kelompok HAM: Menyambut baik sebagai langkah menuju akuntabilitas dan keadilan.
- Pendukung Duterte: Mengecam sebagai pelanggaran hukum.
- Pemerintah Filipina (Marcos Jr.): Mengonfirmasi keberangkatan Duterte ke Den Haag.
- Putri Duterte (Sara Duterte): Mengecam sebagai penindasan dan penganiayaan.
- China: Mempersoalkan potensi politisasi dan standar ganda ICC.
Kasus ini akan terus bergulir dan akan memberikan dampak signifikan, baik bagi hukum internasional maupun bagi rakyat Filipina sendiri. Kejelasan dan transparansi dalam proses hukum sangat penting untuk memastikan keadilan tertegak dan kepercayaan publik tetap terjaga.