Desainer Hengki Kawilarang Berpulang: Mengungkap Fakta Medis di Balik Prosedur Hemodialisis
Kabar duka menyelimuti dunia mode Indonesia. Perancang busana ternama, Hengki Kawilarang, menghembuskan napas terakhirnya pada hari Jumat, 20 Juni 2025, di usia 47 tahun. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, sahabat, dan para penggemar karyanya.
Kabar tentang prosedur cuci darah yang dijalani Hengki sebelum meninggal dunia mencuat melalui unggahan Aisyahrani, adik dari penyanyi Syahrini. Aisyahrani mengenang semangat Hengki yang luar biasa meski harus menjalani hemodialisis. Ungkapan duka dan kenangan akan jasa-jasa Hengki dalam perjalanan karir Syahrini pun membanjiri media sosial. Hengki dikenal sebagai sosok kreatif yang telah menciptakan berbagai busana ikonik untuk Syahrini.
Sebelum berpulang, Hengki diketahui berjuang melawan sejumlah penyakit serius. Sejak tahun 2024, ia telah menjalani perawatan di beberapa rumah sakit di Bandung akibat penyakit diabetes yang dideritanya. Selain itu, Hengki juga sempat mengalami cedera kepala dan didiagnosis menderita gangguan ginjal. Komplikasi akibat penyakit-penyakit tersebut memperburuk kondisinya, hingga akhirnya fungsi ginjalnya mengalami kerusakan.
Dalam dunia medis, prosedur cuci darah atau hemodialisis menjadi salah satu upaya untuk mengatasi kondisi gagal ginjal. Namun, apa sebenarnya prosedur cuci darah itu? Dan kapan tindakan medis ini diperlukan?
Memahami Prosedur Cuci Darah
Cuci darah, atau hemodialisis, merupakan metode pengobatan yang dilakukan pada pasien dengan kondisi gagal ginjal. Prosedur ini bertujuan untuk menggantikan fungsi ginjal yang sudah tidak mampu lagi menyaring limbah dan cairan berlebih dari dalam darah. Selama proses hemodialisis, darah pasien dialirkan ke sebuah mesin khusus yang disebut dialyzer atau ginjal buatan. Di dalam mesin ini, darah disaring dari zat-zat limbah, cairan berlebih, dan racun.
Setelah proses penyaringan selesai, darah yang sudah bersih dikembalikan ke tubuh pasien. Untuk melakukan proses ini, diperlukan akses vaskular, yaitu jalur masuk dan keluar darah dari tubuh pasien. Akses vaskular biasanya dibuat melalui operasi kecil.
Dalam kasus Hengki Kawilarang, penyakit diabetes yang dideritanya menjadi penyebab utama kerusakan ginjal. Diabetes yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil di ginjal, sehingga mengganggu fungsi organ tersebut. Jika kerusakan ginjal semakin parah, maka akan terjadi gagal ginjal yang memerlukan cuci darah sebagai terapi pengganti.
Kapan Cuci Darah Diperlukan?
Prosedur cuci darah umumnya diperlukan ketika fungsi ginjal sudah sangat menurun, yaitu hanya sekitar 10-15 persen dari kapasitas normal. Kondisi ini ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin dan urea dalam darah, serta munculnya gejala-gejala seperti sesak napas, mual, pembengkakan, atau penurunan kesadaran.
Selain pada pasien gagal ginjal kronis, cuci darah juga dapat dilakukan sementara pada pasien dengan cedera ginjal akut. Namun, bagi penderita gagal ginjal permanen, cuci darah menjadi kebutuhan rutin untuk mempertahankan hidup.
Pada kasus Hengki Kawilarang, penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh komplikasi diabetes menjadi alasan utama dilakukannya prosedur hemodialisis.
Efektivitas dan Efek Samping Cuci Darah
Cuci darah merupakan salah satu terapi yang paling umum digunakan pada pasien gagal ginjal. Meskipun efektif dalam membantu mempertahankan kehidupan, prosedur ini juga memiliki sejumlah keterbatasan dan efek samping yang perlu diketahui oleh pasien dan keluarga.
Efektivitas Cuci Darah:
- Membersihkan limbah berbahaya dari tubuh: Cuci darah membantu mengeluarkan zat limbah seperti urea, kreatinin, serta cairan berlebih yang tidak bisa disaring oleh ginjal yang rusak.
- Menstabilkan kadar elektrolit: Prosedur ini membantu menjaga keseimbangan natrium, kalium, dan kalsium dalam darah.
- Menurunkan risiko komplikasi serius: Dengan pengobatan rutin, cuci darah dapat mencegah gejala berat seperti kejang, pembengkakan parah, dan penurunan kesadaran.
- Memperbaiki kondisi fisik sementara: Beberapa pasien merasa lebih bertenaga dan ringan setelah sesi dialisis, terutama bila dilakukan teratur.
Efek Samping Cuci Darah:
- Hipotensi (tekanan darah rendah): Merupakan efek samping paling umum dan dapat menyebabkan pusing, lemas, atau bahkan pingsan.
- Kram otot: Umumnya terjadi selama sesi cuci darah akibat perubahan cairan atau elektrolit.
- Mual dan pusing: Dapat muncul saat tubuh mengalami perubahan tekanan atau cairan secara drastis.
- Infeksi dan penyumbatan akses vaskular: Risiko jangka panjang yang bisa terjadi akibat penggunaan jarum atau kateter berulang.
- Sindrom ketidakseimbangan dialisis: Efek langka namun serius berupa gangguan saraf karena perubahan zat kimia dalam darah terlalu cepat.
Dengan pengawasan medis yang tepat dan edukasi berkelanjutan, sebagian besar efek samping ini dapat dikendalikan. Pemilihan jenis dialyzer, kecepatan penyaringan, hingga pengaturan diet harian menjadi faktor penting dalam menunjang kenyamanan dan efektivitas terapi cuci darah.
Kepergian Hengki Kawilarang menjadi pengingat akan pentingnya deteksi dini dan penanganan serius terhadap penyakit kronis, terutama diabetes yang jika tidak dikendalikan dapat berdampak buruk pada organ vital seperti ginjal. Semoga almarhum mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.