Skema Sewa-Beli Rumah Diusulkan untuk Atasi Kendala SLIK OJK dalam KPR
Kepemilikan rumah menjadi kebutuhan mendasar bagi setiap individu. Namun, realitasnya, banyak masyarakat yang menghadapi kendala dalam mewujudkan impian tersebut, terutama karena terhambat oleh catatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kondisi ini semakin mempersulit akses terhadap Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP).
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Junaidi Abdilah, mengungkapkan bahwa mayoritas penolakan pengajuan KPR FLPP disebabkan oleh riwayat pinjaman online atau paylater yang tercatat dalam SLIK OJK. Data APERSI menunjukkan bahwa dari setiap 100 pengajuan KPR FLPP, hampir 70% ditolak, bahkan sebelum mencapai tahap analisis oleh pihak perbankan. Penolakan ini, menurut Junaidi, seringkali dikamuflasekan oleh bank dengan alasan ketidakmampuan pemohon dalam membayar cicilan atau repayment capacity (RPC).
Menyikapi permasalahan ini, APERSI mengusulkan skema sewa-beli atau rent to own sebagai solusi alternatif. Skema ini dinilai mampu menjembatani masyarakat yang terganjal SLIK OJK, termasuk pekerja informal dan mereka yang tidak memenuhi syarat bankable. Junaidi menekankan bahwa skema rent to own sebaiknya tidak hanya melibatkan bank, tetapi juga lembaga keuangan non-bank.
"Angsuran bulanan diubah menjadi angsuran sewa, tanpa uang muka. Ini adalah solusi terbaik untuk rent to own, tinggal pemerintah merumuskan konsepnya," ujarnya.
Konsep rent to own yang diusulkan APERSI tidak termasuk skema subsidi, melainkan menggunakan bunga komersial. Untuk meringankan beban cicilan, APERSI mengusulkan penggabungan skema ini dengan dana konversi hasil hunian berimbang atau dana partisipasi pengembang. Dana tersebut nantinya dapat digunakan untuk memberikan subsidi bunga, sehingga cicilan masyarakat menjadi lebih ringan. Contohnya, jika bunga rumah subsidi adalah 5% dan bunga komersial 11%, skema rent to own dapat menurunkan bunga menjadi sekitar 7%.
"Permasalahannya adalah bunga komersial pada rent to own. Kami membuat konsep agar bunga komersial ini dapat dikurangi melalui intervensi pemerintah dengan memadukan dana konversi dan dana partisipasi simpanan pengembang," jelas Junaidi. Ia menambahkan bahwa skema ini tidak akan membebani APBN, karena sumber pendanaan berasal dari simpanan pengembang dan dana konversi hunian berimbang.
Sekretaris Jenderal APERSI, Deddy Indrasetiawan, menambahkan bahwa pihaknya telah meminta Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk memberikan relaksasi terkait SLIK OJK. Tujuannya adalah agar masyarakat yang memiliki riwayat pinjaman online dalam jumlah kecil tetap memiliki kesempatan untuk membeli rumah.
"Kami di asosiasi meminta Menteri PKP untuk membantu memberikan relaksasi. Kami telah beberapa kali bertemu dengan OJK untuk membahas korban pinjol yang nilainya kecil agar mereka tetap berkesempatan memiliki rumah pertama, rumah MBR," tuturnya.
Berikut adalah poin-poin penting yang disampaikan APERSI:
- Kendala SLIK OJK: Banyak masyarakat terhalang KPR FLPP karena catatan pinjaman online atau paylater di SLIK OJK.
- Skema Sewa-Beli (Rent to Own): Diusulkan sebagai solusi alternatif bagi masyarakat yang terganjal SLIK OJK.
- Keterlibatan Lembaga Non-Bank: Skema rent to own sebaiknya melibatkan lembaga keuangan non-bank selain bank.
- Subsidi Bunga: Penggabungan dengan dana konversi dan dana partisipasi pengembang untuk meringankan cicilan.
- Relaksasi SLIK OJK: Permintaan kepada Menteri PKP untuk memberikan relaksasi bagi korban pinjol dengan nilai kecil.