PTDI Fokus Maksimalkan Tahap Prototipe KF-21, Produksi Massal Ditargetkan Pasca 2026
PTDI Fokus Maksimalkan Tahap Prototipe KF-21, Produksi Massal Ditargetkan Pasca 2026
Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Gita Amperiawan, memberikan keterangan terbaru mengenai perkembangan proyek pengembangan jet tempur KF-21 Boramae (KFX) dan Indonesia Fighter X (IFX). Saat ini, proyek tersebut tengah memasuki tahap krusial pembuatan prototipe, yang dijadwalkan rampung pada tahun 2026. PTDI, sebagai salah satu aktor utama dalam kolaborasi Indonesia-Korea Selatan ini, menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan tahap prototipe dengan hasil maksimal dan sesuai dengan investasi yang telah dikeluarkan. Gita menekankan pentingnya memastikan value yang didapat sebanding dengan biaya yang diinvestasikan, sejalan dengan strategi perusahaan untuk mencapai hasil yang optimal.
Lebih lanjut, Gita menjelaskan bahwa komunikasi dan koordinasi antara PTDI dan mitra Korea Selatan berjalan lancar. Kerja sama kedua negara dalam menyelesaikan tahap prototipe hingga tahun 2026 berjalan sesuai rencana. Sejumlah uji terbang telah berhasil dilakukan oleh pilot dari Indonesia dan Korea Selatan. Setelah melewati tahap prototipe, proyek KF-21 akan memasuki fase produksi massal. Indonesia berniat untuk aktif berpartisipasi dalam rantai produksi pesawat tempur ini. Namun, untuk tahun 2025, fokus PTDI tetap tertuju pada penyelesaian tahap prototipe agar memenuhi standar sertifikasi internasional yang diperlukan dalam industri penerbangan. Hal ini dinilai penting guna memastikan kualitas dan keamanan pesawat tempur tersebut.
Perihal realisasi investasi Indonesia dalam proyek KF-21, Gita menjelaskan bahwa hal tersebut berada di luar kewenangan PTDI untuk memberikan informasi lebih detail. Begitu pula terkait pelunasan komitmen investasi kepada Korea Selatan. PTDI menegaskan bahwa perusahaan akan sepenuhnya mengikuti dan menjalankan keputusan pemerintah Indonesia terkait proyek ini. Segala hal yang berkaitan dengan komitmen dan negosiasi lebih lanjut menjadi ranah pemerintah. PTDI, menurut Gita, akan fokus pada optimalisasi program yang sedang berjalan untuk memastikan kesuksesan tahap prototipe dalam dua tahun ke depan, sesuai dengan porsi pembiayaan yang telah disepakati. Hal ini, tambahnya, sangat krusial untuk mencapai hasil yang baik dan sesuai dengan cost share yang diberikan Indonesia.
Proyek kerja sama pengembangan jet tempur KF-21 antara Indonesia dan Korea Selatan telah dimulai sejak tahun 2014 dengan target penyelesaian selama 12 tahun, yaitu pada 2026. Kesepakatan awal menyebutkan total biaya proyek mencapai 8,1 triliun won (sekitar Rp 100 triliun), dengan Indonesia menanggung 20 persen dari total biaya atau sekitar Rp 2 triliun per tahun. Namun, perjalanan proyek ini tidak selalu mulus. Perubahan dinamika politik di Korea Selatan dan kendala dalam pembayaran dari pihak Indonesia sempat menimbulkan penundaan. Indonesia sempat mengajukan opsi barter proyek, seperti pembangunan smart city di Ibu Kota Negara (IKN) dan proyek mobil listrik, sebagai alternatif pembayaran. Namun, pihak Korea Selatan tetap meminta pelunasan tunggakan pembayaran terlebih dahulu. Pada akhirnya, setelah melewati berbagai dinamika, kedua negara sepakat bahwa Indonesia akan memenuhi komitmen pendanaannya, termasuk pembayaran dalam bentuk natura, meskipun belum ada revisi resmi kontrak. Keterlambatan pembayaran Indonesia yang diestimasikan mencapai 1 triliun won (sekitar Rp 11,7 triliun) hingga Oktober 2023, menjadi salah satu tantangan yang telah diatasi.
Proyek KF-21 bukan hanya tentang pengadaan jet tempur, tetapi juga mencakup investasi alutista dalam negeri, kerja sama produksi komponen, dan potensi pemesanan KFX-IFX dari negara lain, serta insentif ekonomi yang akan memberikan dampak positif bagi kedua negara.