Mengendalikan Epilepsi: Kisah Nurhaya Nurdin, Dosen yang Hidup Produktif dengan Disiplin Diri
Mengendalikan Epilepsi: Kisah Nurhaya Nurdin, Dosen yang Hidup Produktif dengan Disiplin Diri
Nurhaya Nurdin, S.Kep.,Ns.,MN.,MPH, seorang dosen di Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin, berbagi kisah inspiratifnya dalam mengelola epilepsi yang telah dideritanya sejak usia delapan tahun. Gejala epilepsi, yang ditandai dengan kejang berulang dan hilangnya kesadaran akibat aktivitas listrik otak yang abnormal, seringkali dianggap sebagai kondisi yang tidak dapat dikendalikan. Namun, pengalaman Nurhaya membuktikan sebaliknya. Ia hidup produktif, melanjutkan pendidikan hingga jenjang S3, dan menjalankan aktivitas sehari-hari layaknya individu tanpa epilepsi. Rahasianya? Disiplin diri dan pemahaman mendalam akan kondisi kesehatannya.
Perjalanan Nurhaya dalam menghadapi epilepsi diawali dengan kunjungan ke berbagai 'orang pintar' di Makassar sebelum akhirnya ia mendapatkan diagnosis dan perawatan medis yang tepat dari dokter spesialis saraf saat duduk di kelas 6 SD. Setelah menjalani pengobatan rutin dengan meminum obat selama hampir dua tahun, ia hanya mengalami tiga kali kejang hingga saat ini. Ketiga episode kejang tersebut, yang terjadi sekitar tahun 2000, 2019, dan 2024, terkait erat dengan kelelahan fisik dan mental. Pengalaman ini menjadi pelajaran berharga bagi Nurhaya untuk selalu memprioritaskan istirahat dan menerapkan prinsip '5K' dalam kesehariannya.
'5K' yang dimaksud adalah menghindari kondisi kedinginan, kelelahan, kehausan, kelaparan, dan stres (kepikiran). Nurhaya menekankan pentingnya disiplin dalam menjaga kesehatan, terutama bagi para penderita epilepsi. Konsumsi obat, meskipun penting, bukanlah satu-satunya faktor penentu keberhasilan pengendalian epilepsi. Ia menjelaskan, "Minum obat memang membantu, tetapi para ODE tetap harus memerhatikan 5K, alias disiplin menjaga kesehatannya." Pengalamannya menunjukkan bahwa stres dan kurang tidur merupakan pemicu utama kambuhnya kejang. Nurhaya bahkan merasakan adanya 'aura' atau firasat sebelum kejang kambuh, yang menjadi sinyal bagi dirinya untuk segera beristirahat.
Pada tahun 2000, saat masih menjalani pendidikan S1, Nurhaya mengalami kejang akibat kelelahan akibat beban tugas kuliah. Insiden tersebut menjadi titik balik dalam hidupnya. Ia belajar untuk memprioritaskan istirahat dan memilah tugas-tugasnya agar tidak terbebani. Dukungan dari lingkungan kampus, khususnya di Fakultas Keperawatan, juga sangat berperan dalam membantu Nurhaya untuk mengatur aktivitasnya dan mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Nurhaya kini memahami bahwa mengelola epilepsi bukan hanya tentang pengobatan medis, tetapi juga tentang kesadaran diri, pengelolaan stres, dan mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar.
Kisah Nurhaya Nurdin menjadi bukti nyata bahwa epilepsi dapat dikendalikan dan tidak menghalangi seseorang untuk mencapai potensi maksimalnya. Dengan disiplin, pemahaman yang baik tentang kondisi kesehatannya, dan dukungan dari orang sekitar, penderita epilepsi dapat hidup produktif dan menjalani kehidupan yang berkualitas. Ia mengajak masyarakat untuk memahami bahwa penderita epilepsi bukanlah individu yang berbeda, tetapi mereka hanya perlu lebih disiplin dalam menjaga kesehatannya. Mereka juga membutuhkan empati dan dukungan dari lingkungan sekitar untuk dapat hidup normal dan produktif.
Catatan: ODE merupakan singkatan dari Orang Dengan Epilepsi.