Evaluasi Kemendes PDTT terhadap Tenaga Pendamping Profesional Desa: Antara Profesionalisme dan Multitasking
Evaluasi Kemendes PDTT terhadap Tenaga Pendamping Profesional Desa: Antara Profesionalisme dan Multitasking
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tengah gencar melakukan evaluasi terhadap Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Desa. Langkah ini dipicu oleh sejumlah permasalahan yang dinilai menghambat kinerja dan profesionalisme para TPP, khususnya terkait pencalonan diri dalam pemilihan umum dan pekerjaan rangkap (double job).
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Yandri Susanto, menjelaskan bahwa evaluasi ini bertujuan untuk memastikan para TPP fokus pada tugas utamanya dalam mendampingi desa-desa di Indonesia. Keikutsertaan TPP dalam kontestasi politik sebagai calon legislatif dinilai berpotensi mengganggu kinerja dan menimbulkan konflik kepentingan. "Tugas utama TPP adalah mendampingi desa, bukan berkampanye," tegas Yandri dalam Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu (12/3/2025). Beliau memprediksi jika tren ini dibiarkan, maka pada tahun 2029 sebagian besar, bahkan seluruh pendamping desa akan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, sehingga akan mengganggu program pembangunan desa.
Selain masalah pencalonan diri sebagai calon legislatif, Kemendes PDTT juga menyoroti maraknya praktik double job di kalangan TPP Desa. Banyak TPP yang selain menerima gaji dari APBN sebagai pendamping desa, juga menerima penghasilan tambahan dari pekerjaan lain, seperti menjadi penyelenggara pemilu. Praktik ini, menurut Yandri, tidak hanya mengurangi fokus kerja mereka dalam pendampingan desa, namun juga berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan merugikan negara. "Ini perlu segera diatasi, karena praktik double job ini tidak hanya merugikan program pembangunan desa, namun juga berpotensi menimbulkan masalah hukum dan etika," imbuh Yandri.
Langkah Kemendes PDTT ini mendapatkan dukungan dari Komisi V DPR RI. Namun, Yandri juga mengakui adanya resistensi dari beberapa pihak yang tidak senang dengan evaluasi tersebut. Kemendes PDTT pun menerima aduan dari 1.040 TPP yang diberhentikan karena pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Aduan ini telah diterima oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan sedang dalam proses penyelidikan. Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menyatakan Komnas HAM akan menyelidiki laporan tersebut untuk memastikan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi.
Di sisi lain, Perhimpunan Pendamping Desa Seluruh Indonesia (PPDSI) melalui perwakilannya, Hendriyatna, menyatakan keberatan atas pemberhentian tersebut. PPDSI berpendapat bahwa pemberhentian tersebut telah melanggar hak asasi manusia para TPP, khususnya hak untuk mendapatkan penghidupan layak dan bekerja. Konflik ini menuntut penyelesaian yang adil dan bijak, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip profesionalisme dan akuntabilitas dalam pengelolaan program pembangunan desa.
Kemendes PDTT menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kualitas dan profesionalisme TPP Desa. Evaluasi yang dilakukan merupakan bagian dari upaya untuk memastikan efektivitas program pembangunan desa dan mencegah praktik-praktik yang merugikan negara. Kementerian berharap agar semua pihak dapat bekerja sama untuk menciptakan sistem pendampingan desa yang lebih efektif, efisien, dan akuntabel. Evaluasi ini diharapkan akan menghasilkan sistem pendampingan desa yang lebih baik dan berkeadilan bagi semua pihak.
Daftar poin penting yang perlu diperhatikan:
- Evaluasi TPP Desa oleh Kemendes PDTT.
- Masalah pencalonan diri sebagai calon legislatif.
- Praktik double job di kalangan TPP Desa.
- Dukungan Komisi V DPR RI.
- Aduan ke Komnas HAM.
- Tanggapan PPDSI.
- Komitmen Kemendes PDTT untuk meningkatkan profesionalisme TPP Desa.