DPR Pertanyakan Urgensi UU Kebebasan Beragama: Aturan yang Ada Dinilai Sudah Cukup
DPR Pertanyakan Urgensi UU Kebebasan Beragama: Aturan yang Ada Dinilai Sudah Cukup
Anggota Komisi XII DPR RI, Mafirion, menyoroti usulan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, terkait pembentukan Undang-Undang (UU) Kebebasan Beragama. Mafirion mempertanyakan urgensi pembentukan UU baru tersebut, mengingat regulasi yang mengatur kebebasan beragama sudah tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Menurutnya, kebebasan beragama bagi seluruh warga negara telah terjamin dan dijalankan dengan baik selama ini.
"Pertanyaannya, apa urgensi UU baru ini? Bukankah kita sudah memiliki payung hukum yang cukup? UUD 1945 dan UU HAM telah mengatur hal ini," tegas Mafirion saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (12/3/2025). Ia mengungkapkan kekhawatirannya akan potensi tumpang tindih regulasi dan semakin kompleksnya sistem hukum Indonesia jika UU Kebebasan Beragama disahkan. "Terlalu banyak UU justru akan menyulitkan pengawasan dan implementasi aturan yang ada," tambahnya.
Lebih lanjut, Mafirion menekankan perlunya prioritas dalam penyusunan regulasi. Ia menyarankan agar Kementerian HAM fokus pada isu-isu HAM yang lebih substantif dan mendesak, seperti peningkatan Indeks HAM Indonesia yang dinilai masih perlu perbaikan. "Daripada membuat UU baru yang belum tentu dibutuhkan, lebih baik fokus pada peningkatan kualitas HAM secara menyeluruh. Misalnya, kita lihat indeks HAM kita yang masih perlu ditingkatkan," ungkap Mafirion. Ia menilai bahwa kebebasan beragama di Indonesia telah terjamin dengan aturan yang berlaku saat ini dan tidak memerlukan regulasi tambahan.
Sebelumnya, Menteri Pigai mengusulkan UU Kebebasan Beragama untuk mengakomodasi penganut kepercayaan di luar enam agama yang diakui negara. Pigai berpendapat bahwa UU tersebut diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi kelompok minoritas tersebut. Namun, pernyataan tersebut langsung menuai pertanyaan dari pihak DPR RI.
Perdebatan mengenai usulan UU Kebebasan Beragama ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah Indonesia benar-benar membutuhkan regulasi baru, atau cukup dengan mengoptimalkan dan memperkuat penegakan hukum yang sudah ada? Kejelasan dan transparansi dalam proses legislasi menjadi hal krusial untuk menghindari potensi konflik dan tumpang tindih aturan. Pertanyaan terkait urgensi dan manfaat UU baru ini menjadi fokus utama bagi para legislator dalam membahas usulan dari Kementerian HAM.
-
Beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan:
-
Urgensi pembentukan UU Kebebasan Beragama baru.
- Cukupnya regulasi yang ada, termasuk UUD 1945 dan UU HAM.
- Potensi tumpang tindih regulasi dan kompleksitas sistem hukum.
- Prioritas dalam penyusunan regulasi dan fokus pada isu HAM yang lebih substantif.
- Perlindungan hukum bagi penganut kepercayaan di luar enam agama yang diakui negara.
- Pentingnya kejelasan dan transparansi dalam proses legislasi.
Kesimpulannya, perdebatan ini menyoroti pentingnya evaluasi komprehensif terhadap kebutuhan regulasi di Indonesia, dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi dalam penegakan hukum serta prioritas dalam mengatasi berbagai permasalahan HAM yang ada.