Krisis BBM di Lembata: Antrean Panjang di SPBU, Pemerintah Daerah Minim Informasi
Krisis BBM di Lembata: Antrean Panjang di SPBU, Pemerintah Daerah Minim Informasi
Sepekan terakhir, warga Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) menghadapi kesulitan memperoleh bahan bakar minyak (BBM). Antrean panjang kendaraan di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) menjadi pemandangan sehari-hari, bahkan hingga Rabu (12/3/2025). Di SPBU Waijarang misalnya, warga rela mengantre berjam-jam sejak pagi, namun tak sedikit yang pulang dengan tangan hampa. Situasi ini telah menimbulkan keresahan dan mengganggu aktivitas masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Lembata, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengatasi permasalahan ini, justru terlihat lamban dan minim informasi. Kepala Bagian Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Lembata, El Mandiri, mengaku tidak mengetahui hasil pertemuan yang dilakukan dengan para direktur SPBU pada Selasa (11/3/2025) untuk membahas permasalahan antrean BBM tersebut. Beliau menyatakan bahwa urusan pribadi menghalanginya untuk mengikuti rapat tersebut dan menugaskan kepala seksi untuk menangani hal itu. Senada dengan El Mandiri, Bupati Lembata, Kanisius Tuaq, juga menyatakan ketidaktahuannya mengenai hasil rapat dan tidak memberikan keterangan terkait langkah-langkah yang akan diambil pemerintah daerah untuk mengatasi kelangkaan BBM. Minimnya transparansi dan keengganan pejabat daerah memberikan informasi kepada publik semakin menambah kekesalan warga Lembata.
Sementara itu, Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus telah menyampaikan permohonan maaf atas situasi yang terjadi. Area Manager Communication, Relations, and CSR, Ahad Rahedi, menjelaskan bahwa penyebab utama antrean panjang di SPBU 56.866.04 adalah kerusakan pompa dispenser untuk produk pertalite dan pertamax. Kerusakan ini menyebabkan SPBU tersebut harus menghentikan operasinya sementara waktu, sehingga beban antrean beralih ke SPBU terdekat. Pertamina berjanji akan segera melakukan perbaikan dan menambah stok BBM di seluruh SPBU di Lembata untuk meningkatkan ketahanan stok harian. Namun, janji tersebut masih belum cukup menenangkan warga Lembata yang telah menderita kerugian akibat kelangkaan BBM ini.
Kondisi ini menimbulkan beberapa pertanyaan kritis. Pertama, mengapa pemerintah daerah terlihat begitu lamban dan kurang proaktif dalam menangani krisis BBM ini? Kedua, apakah koordinasi antara pemerintah daerah dan Pertamina berjalan efektif? Ketiga, apa langkah konkret yang akan diambil pemerintah daerah untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang? Keempat, kapan perbaikan pompa dispenser akan selesai dan kapan pasokan BBM akan kembali normal? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat dinantikan oleh masyarakat Lembata yang tengah berjuang menghadapi krisis BBM ini. Transparansi dan tindakan nyata dari pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini dan mencegah terjadinya keresahan yang lebih luas di masyarakat.
Ketidakjelasan informasi dari pemerintah daerah terkait upaya penanggulangan krisis BBM di Lembata ini menjadi sorotan utama. Ketiadaan penjelasan yang komprehensif dari Bupati dan pejabat terkait hanya memperparah situasi dan memperkuat keresahan masyarakat. Harapannya, pemerintah daerah segera mengambil tindakan nyata dan memberikan informasi yang transparan kepada publik mengenai langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi permasalahan ini dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Minimnya informasi dan respon yang lambat dari pemerintah daerah ini menjadi catatan penting dalam penanganan krisis BBM di Lembata.