29 Musisi Gugat UU Hak Cipta ke MK, Minta Aturan Royalti Diperjelas
29 Musisi Gugat UU Hak Cipta ke MK, Minta Aturan Royalti Diperjelas
Sebanyak 29 musisi ternama Indonesia mengajukan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini difokuskan pada pasal-pasal yang mengatur pembayaran royalti atas pertunjukan musik, yang dinilai menimbulkan ketidakpastian dan kerugian bagi para pencipta karya. Para pemohon, yang terdiri dari nama-nama besar seperti Armand Maulana, Ariel NOAH, Titi DJ, Raisa, hingga Bunga Citra Lestari, berharap MK dapat memberikan interpretasi yang lebih jelas dan adil terkait mekanisme pembayaran royalti.
Dalam permohonan yang diajukan ke MK, para musisi mempertanyakan beberapa pasal dalam UU Hak Cipta. Mereka berfokus pada aspek hak ekonomi pertunjukan atau performing rights. Para pemohon berpendapat bahwa praktik pembayaran royalti oleh penyelenggara acara (event organizer) kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) belum berjalan optimal dan menimbulkan sejumlah polemik. Ketidakjelasan regulasi ini, menurut mereka, mengakibatkan banyak permasalahan dalam pembagian royalti yang adil dan wajar bagi para pencipta lagu.
Berikut poin-poin utama yang menjadi sorotan para pemohon dalam gugatannya:
- Pasal 9 ayat (3): Pasal ini melarang penggunaan komersial ciptaan tanpa izin pencipta. Para pemohon berargumen bahwa pasal ini menghambat hak mereka sebagai pelaku pertunjukan, dan meminta agar penggunaan komersial dalam pertunjukan musik tidak memerlukan izin eksplisit pencipta, selama royalti dibayarkan.
- Pasal 23 ayat (5): Pasal ini mengatur pembayaran royalti. Para pemohon mempersoalkan frasa “setiap orang”, yang dianggap menimbulkan interpretasi ganda dan menyebabkan ketidakpastian dalam penerapannya. Mereka mencontohkan kasus sengketa antara Agnez Mo dan Ari Bias untuk mengilustrasikan kebingungan dalam pemahaman pasal ini, yakni mengenai siapa yang bertanggung jawab membayar royalti: penyelenggara acara atau individu yang tampil.
- Pasal 81: Pasal ini mengatur tentang lisensi dari pencipta. Para pemohon meminta agar penggunaan komersial dalam pertunjukan tidak memerlukan lisensi dari pencipta, asalkan royalti dibayarkan melalui LMK.
- Pasal 87 ayat (1): Pasal ini mengatur keanggotaan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Para pemohon meminta agar pasal ini tidak dimaknai secara eksklusif, sehingga para pencipta memiliki fleksibilitas dalam mekanisme penghimpunan royalti.
- Pasal 113 ayat (2) huruf f: Pasal ini mengatur sanksi pidana. Para pemohon meminta agar huruf f dinyatakan inkonstitusional karena dianggap menimbulkan ketidakadilan.
Para pemohon berharap MK akan mengabulkan permohonan mereka dan merevisi pasal-pasal yang dipermasalahkan. Mereka menekankan pentingnya kepastian hukum dalam sistem pembayaran royalti untuk melindungi hak-hak ekonomi para musisi dan memastikan mereka mendapatkan imbalan yang adil atas karya-karya mereka. Mereka juga menyoroti pentingnya peran LMKN dan LMK dalam menjamin distribusi royalti yang transparan dan akuntabel.
Gugatan ini menjadi sorotan penting dalam industri musik Indonesia, mengingatkan pada perlunya regulasi yang lebih komprehensif dan adil dalam melindungi hak cipta dan hak ekonomi para seniman.