Anggota DPR Pertanyakan Urgensi UU Kebebasan Beragama, Tegaskan Jaminan Konstitusional
Anggota DPR Pertanyakan Urgensi UU Kebebasan Beragama, Tegaskan Jaminan Konstitusional
Anggota Komisi XIII DPR RI Fraksi PKB, Mafirion, mempertanyakan urgensi usulan Kementerian HAM terkait pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama. Ia menilai usulan tersebut kurang substansial dibandingkan dengan isu-isu hak asasi manusia lainnya yang lebih mendesak. Pernyataan ini disampaikan Mafirion di gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (12/3/2025), menanggapi usulan Menteri HAM Natalius Pigai.
"Saya berpendapat Kementerian HAM perlu memprioritaskan isu-isu substansial HAM lainnya, seperti upaya peningkatan indeks HAM Indonesia yang saat ini mengalami penurunan," ujar Mafirion. Ia menambahkan bahwa fokus seharusnya diarahkan pada sosialisasi dan edukasi pemahaman HAM kepada pemerintah dan masyarakat luas. "Sosialisasi yang efektif lebih krusial daripada pembentukan UU baru," tegasnya.
Mafirion menekankan bahwa kebebasan beragama telah terjamin dalam UUD 1945, khususnya Pasal 29, dan juga di dalam UU HAM. Menurutnya, pembentukan UU Kebebasan Beragama yang baru justru dapat menimbulkan kompleksitas baru dalam pengawasan dan penegakan hukum. "Selama ini, masyarakat Indonesia telah menikmati kebebasan beragama tanpa adanya UU khusus. Apakah dengan adanya UU baru, jaminan kebebasan beragama akan lebih terlindungi? Saya ragu," tambahnya. Ia mencontohkan, meski tanpa UU khusus, permasalahan terkait rumah ibadah atau praktik keagamaan lainnya tetap dapat diatasi melalui jalur hukum yang sudah ada.
Lebih lanjut, Mafirion mempertanyakan efektifitas UU Kebebasan Beragama dalam mencegah potensi pelanggaran. "Apakah dengan adanya UU tersebut, insiden-insiden kecil terkait praktik keagamaan akan sepenuhnya hilang? Saya pikir tidak. Aturan-aturan yang sudah ada dan UUD 1945 sudah cukup untuk menjamin kebebasan beragama," tegasnya.
Sementara itu, Menteri HAM Natalius Pigai, seperti dikutip Antara (12/3), berpendapat sebaliknya. Ia mengusulkan pembentukan Undang-Undang Kebebasan Beragama, bukan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama, untuk mengatasi diskriminasi terhadap kelompok agama minoritas atau di luar agama resmi yang diakui negara. Pigai menekankan pentingnya UU tersebut untuk memastikan keadilan dan mencegah justifikasi atas ketidakadilan dalam praktik beragama. " Negara tidak boleh membiarkan ketidakadilan dalam beragama. Oleh karena itu, kami mendorong hadirnya Undang-Undang Kebebasan Beragama agar setiap warga negara dapat beribadah sesuai keyakinannya," kata Pigai.
Perbedaan pandangan antara anggota DPR dan Menteri HAM ini menandakan adanya perdebatan mengenai urgensi dan efektivitas pembentukan UU Kebebasan Beragama di Indonesia. Perdebatan ini memerlukan kajian lebih mendalam untuk memastikan langkah yang tepat dalam melindungi dan menjamin kebebasan beragama bagi seluruh warga negara Indonesia.
Berikut poin-poin penting perbedaan pendapat:
- Pendapat Mafirion (DPR): UU Kebebasan Beragama tidak urgen, UUD 1945 dan UU HAM sudah cukup, fokus pada peningkatan indeks HAM dan sosialisasi.
- Pendapat Pigai (Menteri HAM): UU Kebebasan Beragama penting untuk mencegah diskriminasi dan memastikan keadilan bagi semua pemeluk agama.
Perbedaan pandangan ini menunjukkan perlunya diskusi lebih lanjut untuk menemukan solusi terbaik dalam menjamin kebebasan beragama di Indonesia, mempertimbangkan aspek konstitusional, praktik di lapangan, dan potensi dampak dari pembentukan UU baru.