Imbauan WFA Jelang Lebaran: Apindo Tegaskan Keterbatasan Penerapan di Berbagai Sektor

Imbauan WFA Jelang Lebaran: Apindo Tegaskan Keterbatasan Penerapan di Berbagai Sektor

Menjelang libur panjang Idul Fitri 1446 Hijriah/2025, imbauan pemerintah terkait penerapan sistem kerja work from anywhere (WFA) di kalangan perusahaan swasta menuai beragam tanggapan. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, menyatakan bahwa penerapan WFA tidak bisa digeneralisasi ke semua sektor industri. Pernyataan ini disampaikan menanggapi imbauan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang bertujuan mengurangi kepadatan mobilitas masyarakat selama periode mudik Lebaran.

"Meskipun kami memahami maksud baik pemerintah dalam mengantisipasi lonjakan mobilitas, perlu ditegaskan bahwa penerapan WFA memiliki keterbatasan signifikan di berbagai sektor," ujar Shinta dalam keterangan pers di kantor Apindo, Jakarta, Rabu (12/3/2025). Ia menekankan bahwa sektor manufaktur, misalnya, secara fundamental memerlukan kehadiran fisik pekerja di tempat produksi. "Industri manufaktur tidak mungkin menerapkan WFA. Ini adalah realita yang tidak bisa diabaikan. Kita tidak bisa memaksakan kebijakan yang sama untuk semua jenis industri," jelasnya.

Shinta menambahkan bahwa beberapa sektor, seperti industri kreatif dan perusahaan berbasis teknologi digital, memang memiliki fleksibilitas lebih besar dalam penerapan WFA. "Sejak pandemi, beberapa sektor telah membuktikan kemampuannya untuk beroperasi secara efektif dengan sistem kerja jarak jauh. Namun, ini bukan gambaran umum bagi seluruh sektor industri di Indonesia," imbuhnya. Untuk sektor-sektor yang mengharuskan kehadiran fisik, seperti perbankan dan layanan kesehatan, penerapan WFA jelas tidak memungkinkan dan akan sangat menghambat operasional.

Penolakan Wajib WFA dari Dunia Usaha

Sentimen serupa disampaikan oleh berbagai asosiasi pengusaha. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Hariyadi Sukamdani, menyatakan bahwa kewajiban penerapan WFA akan memberatkan dunia usaha, khususnya sektor perhotelan, kesehatan, dan manufaktur yang tetap beroperasi selama libur Lebaran. "Jika dipaksakan, ini akan berdampak pada penurunan produktivitas dan kerugian finansial yang signifikan bagi perusahaan," tegas Hariyadi. Ia pun menekankan bahwa imbauan pemerintah dapat dipertimbangkan, namun tidak seharusnya menjadi regulasi yang bersifat memaksa.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menambahkan bahwa koordinasi yang lebih intensif antara pemerintah dan pengusaha sangat diperlukan sebelum kebijakan WFA diterapkan secara luas. "Pabrik dan layanan yang membutuhkan kehadiran langsung pekerja akan sangat kesulitan menerapkan WFA. Namun, untuk sektor-sektor lain, perlu adanya kesepakatan bersama," kata Bob. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih terukur dan memperhatikan karakteristik spesifik masing-masing sektor industri dalam penerapan kebijakan WFA.

Kesimpulannya, meskipun niat pemerintah untuk mengurangi kepadatan lalu lintas selama mudik Lebaran patut diapresiasi, penerapan WFA perlu mempertimbangkan realita di lapangan. Kebijakan yang kaku dan memaksa tanpa mempertimbangkan kondisi spesifik masing-masing sektor justru berpotensi menimbulkan masalah baru bagi dunia usaha dan perekonomian nasional.