Perbedaan Data Korban Kasus Kekerasan Seksual AKBP Fajar: Polda NTT vs Dinas PPA Kota Kupang

Perbedaan Data Korban Kasus Kekerasan Seksual AKBP Fajar: Polda NTT vs Dinas PPA Kota Kupang

Kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, menunjukkan disparitas data korban antara Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (Polda NTT) dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPA) Kota Kupang. Perbedaan jumlah korban ini menimbulkan pertanyaan dan membutuhkan klarifikasi lebih lanjut. Polda NTT, dalam konferensi pers Selasa (11/3/2025), menyatakan hanya terdapat satu korban berusia enam tahun. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT, Komisaris Besar Polisi Patar Silalahi, menjelaskan bahwa korban dibawa bertemu pelaku oleh seorang wanita berinisial F. Pernyataan ini bertolak belakang dengan data yang dimiliki Dinas PPA Kota Kupang.

Di sisi lain, Pelaksana Tugas Kepala Dinas PPA Kota Kupang, Imelda Manafe, mengungkapkan bahwa pihaknya mencatat tiga korban dengan rentang usia tiga, 12, dan 14 tahun. Dalam wawancara dengan Kompas.com di kantor DPRD Kota Kupang, Imelda menjelaskan bahwa saat ini satu korban berada di bawah perlindungan rumah aman UPTD PPA Kota Kupang, sementara dua korban lainnya berada dalam pengawasan orangtua masing-masing. Ia menambahkan bahwa Polda NTT telah meminta kerja sama Dinas PPA untuk memberikan pendampingan kepada para korban. Ketidaksesuaian data ini menuntut penyelidikan lebih mendalam untuk memastikan kebenaran informasi dan memastikan perlindungan maksimal bagi para korban.

Sementara itu, penangkapan AKBP Fajar sendiri telah dilakukan oleh Propam Mabes Polri dengan dukungan Paminal Polda NTT pada 20 Februari 2025. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT, Komisaris Besar Polisi Hendry Novika Chandra, dalam keterangannya kepada Kompas.com pada Senin (3/3/2025), mengkonfirmasi penangkapan tersebut, tetapi belum memberikan rincian detail kasus, dengan alasan masih menunggu hasil pemeriksaan Mabes Polri. Informasi yang masih simpang siur ini semakin mempersulit upaya penegakan hukum dan perlindungan terhadap korban.

Perbedaan signifikan jumlah korban antara laporan Polda NTT dan Dinas PPA Kota Kupang menimbulkan kekhawatiran akan kemungkinan adanya korban lain yang belum teridentifikasi. Hal ini juga mempertanyakan efektivitas koordinasi antara kepolisian dan instansi perlindungan anak dalam menangani kasus kekerasan seksual. Transparansi dan koordinasi yang lebih baik antar lembaga terkait sangat krusial untuk memastikan keadilan bagi para korban dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang. Proses investigasi yang menyeluruh dan independen diperlukan untuk mengungkap seluruh fakta dan memastikan semua pihak bertanggung jawab atas tindakannya. Kejelasan data korban dan mekanisme perlindungan yang lebih terintegrasi menjadi kunci penting dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual, terutama yang melibatkan anak di bawah umur.

Proses hukum yang sedang berjalan harus memastikan agar hak-hak korban dipenuhi sepenuhnya. Selain itu, penting untuk menjamin keselamatan dan kesejahteraan korban selama proses hukum berlangsung, dengan menyediakan akses kepada dukungan psikologis dan pendampingan hukum yang memadai. Penting bagi semua pihak untuk bekerja sama dan berkomitmen untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan eksploitasi seksual, serta menjamin terungkapnya seluruh kebenaran dalam kasus ini.

Kesimpulannya, disparitas data korban dalam kasus ini menuntut penyelidikan menyeluruh untuk memastikan keadilan dan perlindungan bagi para korban. Koordinasi yang lebih baik antara lembaga penegak hukum dan lembaga perlindungan anak sangat penting untuk mencegah kasus serupa di masa depan. Kejelasan dan transparansi informasi sangat dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan publik.